wmhg.org – TOKYO. Data ekspor dari beberapa negara di Asia melemah. Pelemahan permintaan China dan melambatnya ekonomi Amerika Serikat (AS) menekan ekspor dari Asia.
Jepang menjadi salah satu negara yang nilai ekspornya menurun. Pada September 2024, ekspor Jepang turun 1,7% secara tahunan. Ini penurunan pertama bagi Jepang dalam 10 bulan terakhir.
Angka tersebut lebih rendah dari proyeksi ekonom yang memperkirakan ekspor naik 0,5%, setelah naik 5,5% pada Agustus. Ada kemungkinan ekspor akan terus tertekan dalam beberapa bulan mendatang, mengingat ketidakpastian, khususnya terkait ekonomi China, kata Kazuma Kishikawa, Ekonom Daiwa Institute of Research, seperti dikutip Reuters, kemarin.
Data Kementerian Keuangan Jepang merinci, ekspor ke China, yang merupakan mitra dagang terbesar Jepang, merosot 7,3%. Sementara ekspor ke AS turun 2,4%. Data terbaru berfungsi sebagai pengingat bagi BOJ bahwa kenaikan tajam yen dapat menyeret ekspor, kata Kishikawa.
Efek pelemahan permintaan dari Amerika Serikat juga dirasakan Singapura. Ekspor domestik non migas Singapura memang masih naik 2,7% pada September.
Namun angka tersebut lebih rendah dari Agustus 2024 yang naik 10,7%. Jajak pendapat Reuters juga menunjukkan para ekonom memprediksi ekspor Singapura naik 9,3% di September 2024.
Efek perang dagang
Ekspor Singapura ditopang permintaan produk elektronik dan non-elektronik. Peningkatan permintaan masih terjadi di Uni Eropa, Indonesia dan Korea Selatan. Sementara permintaan dari Amerika Serikat, Jepang dan Hong Kong mengalami penurunan.
China pada Senin (14/10) juga mengaku kesulitan dalam mengerek ekspor. Data bea cukai menunjukkan ekspor China cuma naik 2,4% pada September.
Ini lebih rendah dari proyeksi ekonom, naik 6%. Sementara impor China naik 0,3% secara tahunan. Angka ini juga lebih rendah dari proyeksi ekonom yang naik 0,9%.
Lesunya belanja konsumen dan kemerosotan sektor properti jadi masalah utama bagi China. Terlebih AS dan Eropa telah menaikkan tarif mobil listrik buatan China.
China akhirnya merasakan efek proteksi perdagangan global dan kelebihan kapasitas, kata Gary Ng, Ekonom Natixis, seperti dikutip South China Morning Post.