wmhg.org – JAKARTA. Penemuan terbaru dari FBI dan Badan Keamanan Infrastruktur dan Siber Amerika Serikat (CISA) mengungkapkan kampanye spionase siber besar-besaran yang didukung pemerintah China.
Serangan ini secara spesifik menargetkan jaringan telekomunikasi di Amerika Serikat dengan tujuan mengakses rekaman panggilan dan menyadap komunikasi pribadi sejumlah individu, terutama mereka yang berhubungan dengan pemerintah dan kegiatan politik.
Temuan ini menyoroti tingkat ancaman yang dihadapi AS dari serangan siber yang diduga berasal dari Beijing.
Baca Juga: Aksi Pamer Perangkat Keras Militer Terbaru Menggambarkan Ambisi China di Dunia
Upaya Penyusupan Program Pengawasan Amerika Serikat
Selama penyelidikan, terungkap bahwa para peretas mencoba memperoleh akses ke data yang dikelola melalui program penegakan hukum AS, termasuk yang diatur oleh Foreign Intelligence Surveillance Act (FISA).
Program ini memungkinkan badan intelijen AS memantau komunikasi agen asing yang dicurigai.
Dengan mencoba menargetkan program ini, peretas asal China tampaknya berupaya menginfiltrasi saluran komunikasi sensitif pemerintah, untuk mendapatkan informasi rahasia tentang upaya pengawasan Amerika Serikat.
Ini memperlihatkan adanya risiko signifikan bagi keamanan nasional AS.
Baca Juga: Biden dan Xi Bakal Bertemu untuk Terakhir Kalinya di Peru
Serangan Lanjutan dari China di Dunia Siber
Kampanye spionase yang baru diungkapkan ini merupakan lanjutan dari serangkaian serangan siber yang diduga dilakukan oleh China.
Sebelumnya, pada bulan September, serangan dengan kode nama “Flax Typhoon” melibatkan penanaman perangkat lunak jahat di lebih dari 200.000 perangkat konsumen, termasuk kamera dan router, di seluruh Amerika Serikat.
Perangkat yang telah terkompromi ini kemudian dijadikan botnet, yaitu jaringan komputer yang dikendalikan secara ilegal untuk melakukan kejahatan siber dalam skala besar.
Selain itu, bulan lalu juga dilaporkan adanya upaya peretasan terhadap perangkat seluler yang digunakan oleh tokoh-tokoh politik terkemuka, termasuk mantan Presiden Donald Trump, Senator JD Vance, dan sejumlah orang yang berhubungan dengan Wakil Presiden Kamala Harris.
Meskipun belum ada konfirmasi mengenai keterkaitan antara serangan-serangan sebelumnya dengan investigasi yang tengah berlangsung, serangkaian peristiwa ini semakin menambah ketegangan dalam hubungan AS-China.
Baca Juga: Jika Interpol Ingin Tangkap Mantan Presiden Duterte, Filipina Takkan Menghalangi
Peningkatan Pertahanan Siber oleh Lembaga AS dan Industri Telekomunikasi
Merespons ancaman yang terus meningkat ini, FBI dan CISA kini bekerja sama dengan industri telekomunikasi serta pihak-pihak yang terdampak untuk memperkuat pertahanan terhadap spionase siber.
Para pejabat menekankan bahwa investigasi yang sedang berlangsung akan terus memperdalam pemahaman tentang skala dan sifat pelanggaran keamanan ini, dan meminta seluruh sektor telekomunikasi untuk waspada.
Temuan terbaru ini menambah ketegangan dalam hubungan antara Amerika Serikat dan China, di tengah upaya AS yang terus berlanjut untuk menangkal ancaman siber yang semakin kompleks dan canggih dari Beijing.
Meski begitu, China secara konsisten membantah tuduhan spionase yang diarahkan kepadanya.
Baca Juga: Malware Korea Utara Berhasil Bobol Keamanan Apple, Ancaman Baru bagi Pengguna macOS
Dampak Terhadap Keamanan Nasional dan Privasi
Penemuan FBI ini menyoroti risiko signifikan terhadap keamanan nasional dan privasi individu yang menjadi target spionase siber.
Insiden ini juga mendorong badan-badan federal dan perusahaan swasta di AS untuk meningkatkan pertahanan siber mereka dalam menghadapi serangan yang semakin terstruktur dari negara asing.
Pihak berwenang menyadari bahwa kebutuhan akan peningkatan kewaspadaan dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta sangatlah mendesak, mengingat ancaman siber kini telah mencapai level yang sangat serius.