wmhg.org – JAKARTA. Zhejiang Huayou Cobalt Co, produsen nikel terbesar di dunia, dilaporkan sedang menjajaki kerja sama dengan sejumlah bank untuk mendapatkan pendanaan sekitar US$ 2,7 miliar atau setara dengan sekitar Rp 42,27 triliun.
Pendanaan ini diperlukan Huayou untuk membiayai proyek baterai berbasis nikel di Sulawesi Tenggara (Sulteng) bersama Ford Motor Co serta PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Melansir Bloomberg, Minggu (10/11), dua bank internasional, HSBC Holdings Plc dan Standard Chartered Plc sedang mengatur pinjaman dan mengundang bank lain untuk berpartisipasi dalam pembiayaan proyek tersebut.
Indonesia sampai saat ini tercatat sebagai penyumbang setengah dari produksi nikel dunia. Hal ini secara agresif telah menarik investasi asing dalam industri pengolahan dalam negeri selama sekitar satu dekade terakhir.
Adapun penggalangan dana ini dilakukan saat harga nikel acuan yang diperdagangkan mendekati level terendah dalam empat tahun terakhir. Selain itu permintaan melemah dari pasar baja tahan karat dan pertumbuhan yang lebih lambat dari perkiraan di sektor kendaraan listrik.
Untuk diketahui, kerja sama ketiganya dituangkan dalam pembangunan pabrik nikel, pabrik Pomalaa. Pabrik ini akan akan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) dengan target produksi nikel tahunannya mencapai 120.000 ton. Target produksi ini sekaligus akan menjadikan pabrik tersebut sebagai salah satu pabrik dengan produksi nikel terbesar di Asia Tenggara.
Adapun total investasi untuk proyek tersebut akan mencapai sekitar US$ 3,8 miliar. Persentase saham yang Huayou miliki sebesar 73,2%, PT Vale Indonesia 18,3%, dan Ford 8,5% dengan opsi untuk menaikkannya menjadi 17% dalam jangka waktu mendatang sesuai yang disepakati.
Sebelumnya, Huayou pada 2023 mengatakan bahwa pembangunan pabrik Pomalaa akan memakan waktu sekitar tiga tahun. Sedangkan, Vale Indonesia menargetkan Pomalaa bisa beroperasi pada tahun 2026 mendatang.