wmhg.org – JAKARTA. Israel mengumumkan bahwa mereka berhasil menemukan enam jasad sandera yang diculik oleh Hamas pada 7 Oktober lalu dan dibawa ke Gaza. Operasi ini dilakukan di Khan Younis, Gaza bagian selatan, yang merupakan bagian dari upaya besar Israel untuk memulangkan warganya yang menjadi korban penculikan.
Keenam korban tersebut adalah Yagev Buchshtab, Alexander Dancyg, Avraham Munder, Yoram Metzger, Nadav Popplewell, dan Chaim Peri. Semua korban ini merupakan warga sipil yang diculik dari rumah mereka di kibbutzim yang berbatasan langsung dengan Tembok Pembatas Israel dan Jalur Gaza.
Proses Penemuan Jasad dan Tanggapan Pemerintah Israel
Militer Israel (IDF) belum memberikan rincian lebih lanjut tentang bagaimana dan kapan para sandera ini meninggal. Namun, selama beberapa bulan terakhir, keluarga dari keenam korban telah diberitahu tentang hasil penyelidikan IDF yang menyatakan bahwa para sandera tersebut telah meninggal dunia.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan rasa duka yang mendalam atas kehilangan ini dan memuji upaya penyelamatan yang telah dilakukan. Ia menegaskan bahwa negara Israel akan terus melakukan segala upaya untuk mengembalikan semua sandera kami—baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.
Pada hari Selasa, setidaknya 10 orang dilaporkan tewas dalam serangan udara Israel yang menargetkan sebuah sekolah yang dijadikan tempat penampungan oleh keluarga-keluarga pengungsi di Gaza Barat. Israel menyatakan bahwa sekolah tersebut digunakan sebagai markas oleh Hamas.
Di sisi lain, jumlah dan identitas sekitar 120 warga Israel yang masih menjadi sandera di Gaza, serta urutan pelepasan mereka, menjadi salah satu batu sandungan utama dalam pembicaraan gencatan senjata yang sedang berlangsung.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, pada hari Senin menyebut putaran negosiasi saat ini sebagai mungkin kesempatan terakhir untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dalam konflik yang telah berlangsung selama sepuluh bulan ini.
Upaya Diplomatik Internasional dan Rintangan yang Dihadapi
Pada hari Selasa, Netanyahu melakukan panggilan telepon dengan Keir Starmer, yang menyampaikan belasungkawa atas nasib para sandera, sekaligus menekankan dukungannya terhadap upaya perdamaian yang dimediasi oleh AS.
Keduanya sepakat bahwa deeskalasi regional adalah kepentingan semua pihak, karena dampak kesalahan perhitungan akan sangat merugikan semua pihak yang terlibat.
Para pejabat AS telah dikritik karena dianggap terlalu optimistis dalam klaim mereka bahwa para negosiator hampir mencapai kesepakatan. Beberapa putaran pembicaraan sejak Desember lalu belum menghasilkan kesepakatan apapun.
Netanyahu sendiri dituduh menghalangi kesepakatan gencatan senjata demi keuntungan politik, tuduhan yang ia bantah. Pada hari Senin, kantornya mengeluarkan pernyataan publik yang menunjukkan dukungan terhadap proposal jembatan yang diajukan oleh AS dan disepakati di Qatar pekan lalu.
Namun, masih ada kesenjangan besar antara kedua belah pihak, sementara para mediator bersiap untuk bertemu lagi di Kairo pada hari Rabu atau Kamis.
Baca Juga: Setidaknya 10 Warga Palestina Tewas dalam Serangan Udara Israel di Gaza
Tantangan dalam Negosiasi dengan Hamas dan Kondisi Lapangan
Hamas tidak terlibat langsung dalam negosiasi ini dan menyatakan bahwa proposal terbaru di meja perundingan terlalu dekat dengan tuntutan Israel. Pada hari Selasa, kelompok militan ini menyebut pernyataan Joe Biden bahwa mereka mundur dari kesepakatan dengan Israel sebagai menyesatkan.
Rencana yang diajukan melibatkan gencatan senjata awal selama enam minggu, di mana sejumlah kecil sandera Israel yang merupakan perempuan, lansia, dan orang sakit akan dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.
Gencatan senjata ini dapat diperpanjang secara tidak terbatas sementara para negosiator menyelesaikan tahap kedua, di mana tentara dan jasad akan dikembalikan, pasukan Israel akan mulai menarik diri dari Gaza, dan warga sipil Palestina yang terlantar akan diizinkan kembali ke rumah mereka di utara Jalur Gaza.
Salah satu hambatan besar lainnya adalah apakah Israel akan tetap mengontrol perbatasan Gaza-Mesir—sebuah garis merah bagi Hamas dan Mesir.