wmhg.org – SEOUL. Kepala keamanan Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, mengundurkan diri pada Jumat (9/1) setelah dituduh menghalangi penangkapan Yoon.
Ia memperingatkan bahwa segala upaya lebih lanjut untuk menahan mantan presiden tersebut harus menghindari pertumpahan darah.
Deklarasi darurat militer yang diumumkan Yoon pada 3 Desember telah memicu krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya di salah satu negara demokrasi paling dinamis di Asia.
Saat ini, Mahkamah Konstitusi sedang mempertimbangkan keputusan parlemen untuk memakzulkan Yoon, yang tetap bersembunyi di kediamannya di kawasan perbukitan Seoul.
Sementara itu, penyelidik antikorupsi membuka investigasi kriminal terkait kemungkinan pemberontakan. Pekan lalu, petugas yang hendak menangkap Yoon dengan surat perintah resmi terlibat kebuntuan selama enam jam dengan Dinas Keamanan Presiden (PPS) yang dipimpin Park Chong-jun.
Park, yang merupakan mantan pejabat tinggi kepolisian, diperiksa oleh aparat pada Jumat atas keterlibatannya dalam kebuntuan tersebut. Ia kemudian mengajukan pengunduran diri.
Di hadapan wartawan, Park menegaskan bahwa upaya menangkap Yoon adalah tindakan keliru dan mendesak agar tidak ada bentrokan fisik atau pertumpahan darah dalam proses hukum.
Presiden sementara Choi Sang-mok, yang baru menjabat dua minggu, mengusulkan parlemen menyusun undang-undang untuk menunjuk jaksa khusus guna menyelesaikan konflik antara penyelidik dan tim keamanan Yoon.
Sebelumnya, Choi menolak RUU serupa yang diajukan oposisi karena dinilai tidak menjamin independensi penyelidikan.
Pekan lalu, ratusan agen PPS memblokade kompleks kepresidenan untuk mencegah penangkapan Yoon. Penyidik akhirnya mundur guna menghindari bentrokan.
Menurut Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO), agen PPS membawa senjata api selama insiden itu, meskipun tidak ada senjata yang digunakan.
Surat perintah penangkapan baru dikeluarkan pekan ini, tetapi pengacara Yoon menyebutnya ilegal dan tidak sah.
Yoon juga menghadapi sidang terpisah di Mahkamah Konstitusi untuk menentukan kelanjutan jabatannya. Pengacaranya menyatakan Yoon akan menerima putusan apa pun yang dihasilkan.
Sementara itu, jajak pendapat terbaru menunjukkan dukungan terhadap Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa meningkat.
Menurut survei Gallup Korea, 64% responden mendukung pemecatan Yoon, turun dari 75% pada Desember. Tingkat penerimaan PPP naik menjadi 34%, kembali ke tingkat sebelum deklarasi darurat militer.
Para analis menyebut situasi yang berkepanjangan ini tidak hanya memperkuat pendukung Yoon, tetapi juga melunakkan beberapa kritikus yang khawatir bahwa pemimpin oposisi dari Partai Demokrat, yang juga menghadapi tuduhan kriminal, dapat menjadi presiden jika Yoon diberhentikan.