wmhg.org – ABU DHABI. McLaren, salah satu tim paling sukses dalam sejarah Formula 1, kembali di ambang kejayaan.
Namun kali ini, mereka tidak sedang menghadapi ancaman kehancuran finansial seperti empat tahun lalu, melainkan selangkah lagi dari puncak kemenangan.
Empat tahun yang lalu, pada musim 2020 yang dilanda pandemi COVID-19, McLaren menghadapi krisis keuangan serius dan sangat membutuhkan suntikan dana.
Kini, menjelang Grand Prix Abu Dhabi yang menjadi penutup musim, tim berbasis Inggris ini siap mencatatkan kisah comeback luar biasa dalam sejarah olahraga balap.
Sebagai tim paling sukses kedua dalam sejarah Formula 1 dengan 188 kemenangan, McLaren hanya kalah dari Ferrari yang memiliki 248 kemenangan.
Dalam perebutan gelar tahun ini, McLaren unggul 21 poin dengan 44 poin tersisa untuk diperebutkan.
Tim yang telah berpartisipasi secara berkelanjutan sejak debutnya pada 1966 ini telah memimpin klasemen sejak balapan di Baku pada bulan September.
Posisi mereka semakin kuat setelah pembalap Ferrari, Charles Leclerc, terkena penalti grid 10 posisi.
Meski demikian, McLaren juga memiliki tekanan besar. Sejak terakhir kali menjadi juara pada 1998, mereka mengalami masa paceklik terpanjang dibanding tim besar lainnya, kecuali Williams yang terakhir kali juara pada 1997 dan belum menang balapan selama 12 tahun terakhir.
Zak Brown, CEO McLaren asal Amerika yang bergabung pada 2016, menegaskan bahwa timnya berusaha tetap tenang dan fokus menghadapi balapan terakhir ini.
Kami mencoba melakukan apa yang sudah membawa kami ke titik ini dan tidak memikirkan kejuaraan terlalu berbeda, katanya kepada wartawan di Yas Marina.
Namun, Brown mengakui tekanan tetap terasa.
Akan bohong jika saya mengatakan pikiran saya tidak dipenuhi oleh berbagai kalkulasi, tambahnya.
Dari Krisis ke Kompetitif
Situasi saat ini sangat berbeda dari 2020, ketika McLaren menghadapi malam-malam tanpa tidur akibat krisis finansial.
Brown mengingat bagaimana dia harus melindungi tim dari tekanan itu agar semangat mereka tetap terjaga.
Kami berada dalam posisi yang sangat tidak nyaman, ungkap Brown.
Namun, titik balik terjadi ketika grup investasi Amerika, MSP Sports Capital, menjadi pemegang saham minoritas signifikan dengan investasi sebesar 185 juta poundsterling (sekitar Rp3,6 triliun) pada akhir musim 2020.
McLaren terakhir kali meraih gelar konstruktor pada 1998 bersama Mika Hakkinen, yang juga merebut gelar juara dunia pembalap di tahun itu.
Era itu ditandai dengan kepemimpinan Ron Dennis dan dominasi Ferrari bersama Michael Schumacher beberapa tahun kemudian.
Setelah melewati masa-masa sulit, termasuk kerja sama yang mengecewakan dengan Honda pada 2015-2017, McLaren mulai bangkit dengan kembalinya mesin Mercedes pada 2021.
Promosi Andrea Stella menjadi kepala tim pada 2022 terbukti menjadi keputusan brilian.
Duet pembalap muda, Lando Norris dari Inggris yang debut pada 2019 dan Oscar Piastri dari Australia yang bergabung musim lalu, memberikan harapan besar bagi McLaren.
Brown tetap optimis tetapi realistis. Jika kami tidak menang, tentu akan sangat mengecewakan. Tapi kami harus segera fokus pada apa yang telah kami capai tahun ini, katanya.
McLaren telah bangkit dari ambang kebangkrutan menjadi tim dengan lima kemenangan balapan, podium terbanyak kedua secara beruntun dalam sejarah kami, dan mengalahkan Red Bull serta Mercedes. Jika Anda mengatakan ini pada awal 2023, saya pasti akan langsung menerimanya.