wmhg.org – Ekonomi Israel memburuk dengan cukup signifikan sejak mereka melancarkan serangan brutal mengarah genosida ke Gaza bulan Oktober 2023 lalu.
Pekan lalu, Fitch Ratings menurunkan peringkat kredit Israel dari A+ menjadi A. Badan tersebut mencatat adanya penurunan kekuatan ekonomi Israel.
Fitch Ratings melihat tanda-tanda kemunduran di Israel, dengan konsumsi, perdagangan dan investasi telah dibatasi.
Fitch memperingatkan, ketegangan antara Israel dan Iran dapat memicu pengeluaran yang lebih besar di sektor militer.
Anjloknya PDB Israel didorong oleh penurunan konsumsi swasta sebesar 27%, penurunan ekspor, dan penurunan investasi dunia usaha. Pengeluaran rumah tangga sempat naik awal tahun ini, sebelum akhirnya kembali melandai.
Tidak hanya itu, kemunduran ekonomi Israel juga hasil dari kontrol ketat terhadap pergerakan pekerja Palestina. Mengutip Al Jazeera, Israel telah mengurangi jumlah pekerja Palestina hingga 160.000 orang.
Untuk menutup lubang, Israel berusaha merekrut tenaga kerja dari India dan Sri Lanka. Namun, jumlahnya masih kurang dari kebutuhan dan membuat sektor produksi melemah.
Hasilnya, data survei CofaceBDI menunjukkan bahwa sekitar 60.000 perusahaan Israel akan tutup tahun ini karena kekurangan tenaga kerja, gangguan logistik, dan lemahnya sentimen bisnis.
Pada saat yang sama, banyak rencana investasi tertunda. Kedatangan wisatawan pun terus menurun jika dibandingkan angka sebelum Oktober 2023.
Baca Juga: AS: Gencatan Senjata Gaza Sudah di Depan Mata, Namun Israel dan Hamas Menolaknya
Amerika Serikat Jadi Pendukung Utama
Elliot Garside, analis Timur Tengah di Oxford Economics, menemukan bahwa terjadi peningkatan belanja militer sebesar 93% dalam tiga bulan terakhir tahun 2023, dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022.
Garside mengatakan, pengeluaran itu sebagian besar dibiayai oleh penerbitan utang dalam negeri.
Dukungan penuh Amerika Serikat jadi salah satu alasan Israel masih bisa bertahan sejauh ini.
Tahun ini saja, Israel telah menerima dana tambahan sebesar US$14,5 miliar dari Amerika Serikat. Angka itu belum termasuk bantuan rutin tahunan sebesar US$3 miliar.
Di tengah ketidakpastian ini, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa perang akan terus berlanjut sampai Hamas hancur total.