wmhg.org – WASHINGTON. TikTok, aplikasi video pendek yang dimiliki oleh perusahaan China, ByteDance, kembali menjadi sorotan di Amerika Serikat.
Dengan pengguna sekitar 170 juta orang di negara tersebut, TikTok menghadapi ancaman larangan atau penjualan asetnya kepada perusahaan AS.
Perdebatan ini melibatkan berbagai pihak, dari presiden, anggota Senat, hingga Mahkamah Agung.
Bagaimana nasib TikTok di tengah isu keamanan nasional dan perlindungan kebebasan berpendapat?
Mahkamah Agung akan menggelar sidang pada 10 Januari untuk mempertimbangkan tantangan hukum dari TikTok dan ByteDance, yang berusaha mendapatkan penangguhan larangan atau penjualan.
Pendapat yang Berbeda di Kalangan Senator
Pendapat mengenai TikTok memecah belah anggota Senat AS:
Pendukung Perpanjangan:
- Senator Ed Markey dan Rand Paul menyoroti konsekuensi undang-undang terhadap kebebasan berbicara dan pentingnya waktu tambahan untuk meninjau ulang implikasi hukum.
Penolak Perpanjangan:
- Pemimpin Senat Republik Mitch McConnell membandingkan TikTok dengan penjahat berat dan mendesak Mahkamah Agung untuk menolak penundaan apa pun. Senator Josh Hawley dan Richard Blumenthal juga menekankan bahwa ByteDance harus mematuhi hukum.
Baca Juga: Upaya Terakhir TikTok, Pertaruhan Hidup Mati untuk Bertahan di Amerika Serikat
Posisi Presiden Trump yang Berubah
Mantan Presiden Donald Trump, yang sebelumnya mencoba melarang TikTok pada 2020, kini mengambil sikap yang lebih lunak.
Dalam kampanye presidennya tahun ini, Trump berjanji akan menyelamatkan TikTok dan mengaku memiliki perasaan hangat terhadap aplikasi tersebut.
Trump akan menjabat kembali pada 20 Januari, sehari setelah tenggat waktu TikTok.