wmhg.org – JAKARTA. Pertamina Patra Niaga kembali melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp 13.700 per liter mulai Sabtu (10/8) lalu. Pjs Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari menjelaskan, penyesuaian harga BBM Non Subsidi telah dilakukan oleh seluruh badan usaha sejak awal bulan Agustus 2024.
“Seperti badan usaha lain, Pertamina melakukan penyesuaian harga BBM Non Subsidi. Penyesuaian bertahap. Sebelumnya, produk BBM non subsidi lain, seperti Pertamax Turbo, Pertamax Green 95 dan Dex Series telah disesuaikan pada awal Agustus lalu, kata Heppy dalam keterangan resmi, Sabtu (10/8) lalu.
Ketimbang untuk seluruh jenis kendaraan, pemerintah sendiri mewacanakan penyesuaian subsidi BBM dapat menyasar pembatasan kendaraan pribadi roda empat, Skema ini dapat mengarahkan ulang subsidi yang tepat sasaran dan membuka ruang anggaran untuk mengadakan BBM rendah sulfur.
“Bila penyesuaian berlaku pada kendaraan penumpang pribadi yang mengonsumsi 43,1% BBM bersubsidi, dampak inflasinya sekitar 0,37%,” kata peneliti senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Muhammad Ishak Razak, dalam keterangannya, Kamis (15/8). Menurut dia, skema ini lebih tepat dibanding penghapusan subsidi secara menyeluruh, yang akan menghasilkan inflasi sebesar 5,3%.
Saat ini populasi kendaraan penumpang pribadi sebanyak 29,7 juta unit. Sementara, jumlah populasi sepeda motor dan kendaraan umum yang sebanyak 113,8 juta unit mengkonsumsi 53,9% BBM bersubsidi. Lalu sekitar 10% rumah tangga ekonomi terbawah atau 250 juta orang di Indonesia mengeluarkan ongkos BBM sebesar Rp108.400 per bulan. Sementara 10% teratas mengeluarkan Rp 482.700 asebulan.
Namun, menurut Ishak, lantaran pendapatan masyarakat terbawah terbatas, porsi pengeluaran BBM merek mencapai 7% dari pendapatan. Sementara penduduk paling kaya hanya 3,5% Penyesuaian subsidi BBM, akan memperlebar ruang fiskal pemerintah. Sehingga memungkinkan adanya realokasi anggaran untuk pembelanjaan lain seperti untuk infrastruktur, pembiayaan kesehatan, pendidikan, dan lainnya. “Bisa juga untuk penyertaan modal negara kepada BUMN. Secara ekonomi akan ada manfaatnya,” ujar Ishak.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel, Ahmad Safrudin sependapat. Menurut dia, subsidi harus disesuaikan agar bisa diakses oleh orang-orang yang layak memperoleh BBM bersubsidi, terlebih lagi yang kualitasnya sudah ditingkatkan.
“Otomatis, kelompok masyarakat golongan menengah-atas tidak berhak atas subsidi, dan harus bersedia menerima harga BBM yang lebih mahal karena ada biaya tambahan,” ujar dia.
Untuk itu, kata Ahmad, pemerintah harus cermat memastikan agar penyesuaian harga BBM tepat sasaran dan menghasilkan dampak inflasi yang minim. Pemerintah juga harus mengambil langkah antisipasi untuk mengurangi dampak inflasi.