wmhg.org-JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB UI) memandang bahwa merosotnya kalangan masyarakat menengah bisa semakin memperburuk angka rasio atau tax ratio Indonesia.
Berdasarkan laporan LPEM FEB UI, kelas menengah memegang peran yang sangat penting bagi penerimaan negara lantaran menyumbang 50,7% dari penerimaan pajak, sementara calon kelas menengah menyumbang 34,5%.
Pajak yang dimaksud adalah pajak penghasilan, pajak properti, dan pajak kendaraan bermotor seperti yang dilaporkan oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Kontribusi tersebut sangat penting untuk mendanai program pembangunan publik, termasuk investasi infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM).
Untuk mendukung investasi tersebut, sangat penting untuk menjaga daya beli, baik kelas menengah maupun calon kelas menengah, kata Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI, Teuku Riefky dalam laporannya.
Pada tahun 2022, rasio pajak atau tax ratio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berada di angka 9,1%, yang relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Hal ini menekankan pentingnya kontribusi pajak yang kuat dari kelompok-kelompok ini untuk memperkuat keuangan publik, katanya.
Menurut Riefky, jika daya beli kalangan menengah menurun, kontribusi pajak mereka juga akan berkurang yang berpotensi memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang saat ini sudah dicap rendah. Kondisi tersebut akan mengganggu kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan dan membiayai proyek pembangunan.
Melihat subsidi yang sudah dikucurkan pemerintah seperti bantuan pemerintah daerah (pemda) dan bantuan pangan, calon kelas menengah adalah penerima terbesar subsidi. Sedangkan kelas atas tidak menerima subsidi sama sekali dan kelas menengah menerima subsidi yang lebih kecil relatif terhadap kontribusi pajaknya.
Distribusi ini menekankan pentingnya mendukung kelas menengah untuk menjaga keseimbangan fiskal, tulis Riefky.
Jika daya beli kelas menengah menurun, hal ini dapat memaksa mereka untuk berpindah ke calon kelas menengah atau rentan, sehingga mengurangi peran mereka sebagai kontributor pajak dan meningkatkan ketergantungan mereka pada dukungan fiskal.
Celakanya, pemerintah akan menghadapi tekanan keuangan yang lebih besar dan mungkin perlu meningkatkan pengeluaran publik untuk subsidi, yang selanjutnya memengaruhi rasio pajak terhadap PDB dan mempersulit upaya mencapai keberlanjutan fiskal serta mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan catatan KONTAN, dalam beberapa tahun terakhir, tax ratio Indonesia masih mengalami fluktuatif. Pada tahun 2018, tax ratio Indonesia berada pada angka 10,24%. Amgka ini kembali merosot pada tahun 2019 sebesar 9,76% dan 2020 menjadi 8,33%.
Seiring dengan pelonggaran aktivitas masyarakat, tax ratio pada tahun 2021 mulai mengalami peningkatan menjadi 9,11%. Dan pada tahun 2022, tax ratio kembali mengalami peningkatan menjadi 10,38%.
Di tahun 2022, posisi tax ratio Indonesia ini hanya lebih baik dari Laos (9,46%), Myanmar (5,78%) dan Brunei (1,30%) serta jauh di bawah Thailand (17,18%), Vietnam (16,21%) dan Singapura (12,96%).