wmhg.org – JAKARTA. Pemerintah perlu menjaga stabilitas harga pangan untuk menjaga daya beli kelas menengah. Pasalnya kenaikan harga pangan ini sangat berdampak pada kelas menengah yang tidak tersentuh bantuan fiskal pemerintah.
Beban kenaikan harga pangan tersebut bisa menggerus jumlah kelas menengah Indonesia. Mengacu pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah warga kelas menengah Indonesia 2023 mencapai 17,44%. Porsi tersebut turun 4% poin dibandingkan dengan pra pandemi Covid-19, yang tercatat sebesar 21,45%
Kepala Bidang Penelitian Industri dan Daerah Bank Permata Adjie Harisandi menyampaikan, untuk mengatasi permasalahan pangan, pemerintah harus memitigasi pangan dengan memastikan supply tetap terjaga.
“Bahwa ketersediaan pangan maupun sehingga harga-harga pangan itu relatif harus terjaga itu jadi faktor penting. (Kenaikan harga pangan) memang kami melihat dampaknya cukup terasa bagi kelas menengah yang tidak mendapatkan bantalan sosial yang ada dari pemerintah,” tutur Adjie dalam sesi diskusi, Kamis (8/8).
Disisi lain, Adjie juga melihat beberapa rencana kebijakan pemerintah kedepannya cenderung tidak pro atau menekan kelas menengah.
Misalnya saja seperti wacana akan menerapkan perluasan pengenaan cukai pada tisu, penyedap rasa atau monosodium glutamate (MSG), tiket konser, makanan siap saji hingga deterjen. Setelah sebelumnya muncul wacana penambahan produk kena cukai kelompok minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan kemasan plastik.
Ia berharap agar pemerintah mengkaji ulang kembali terkait rencana penerapan cukai tersebut, dengan mempertimbangkan apakah kebijakan tersebut tepat diterapkan saat ini.
“Karena memang kelas menengah ini cenderung masih terganggu dari akibat adanya peningkatan harga-harga pangan di awal tahun dan beberapa kebijakan yang mungkin sudah terjadi sehingga mengganggu kelas menengah,” kata Adjie.