wmhg.org – Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Ranting Dadap menyoroti kegiatan PT. Wika-Hutama yang melakukan pemasangan tiang pancang untuk pembangunan tanggul pesisir ibu kota negara (National Capital Integrated Coastal Development / NCICD) dibawah program Kementerian PUPR.
Kegiatan itu dihentikan oleh warga Kampung Baru Dadap, Kabupaten Tangerang, Banten, pada Kamis (3/10/2024) dan Jumat (4/10/2024) dalam bentuk pemasangan spanduk protes.
Warga Dadap yang mayoritas nelayan menghentikan pemancangan pinggiran Sungai oleh pengembang PT. Wika karena aktifitas pemancangan semakin lebar lebar sehingga rumah warga yang harus terbongkar.
Ketua AGRA Ranting Dadap Sudirman mengungkapkan bahwa ada salah satu warga bernama Herman yang sebelumnya telah membongkar sebagian rumahnya, harus memotong lagi sebagian asbes rumahnya.
Sebab, lebar pemancangan diperluas dari yang sebelumnya 35 meter sesuai sosialisai menjadi 36,14 meter lebar Sungai berdasarkan hasil pengukuran manual warga.
Setelah asbes dikurangi, pihak PT Wika kembali meminta Herman untuk membongkar 1 meter bagian belakang rumahnya untuk dijadikan gorong-gorong saluran air.
“Permintaan tersebut mendapat penolakan dari Pak Herman karena tidak sesuai dengan hasil sosialisasi yang dilakukan oleh PUPR sebelum proyek tersebut dijalankan,” kata Sudirman dalam pernyataannya, Sabtu (5/10/2024).
Kementerian PUPR sebelumnya telah melaksanakan dua kali sosialisasi pembangunan tanggul untuk warga pada April dan Juni 2024.
“Dalam dua kali sosialisasi tersebut setidaknya terdapat 3 hal utama yang disampaikan yaitu terkait luas bantaran sungai adalah 35 meter, janji atas ganti rugi untuk setiap rumah yang mengalami kerusakan akibat aktivitas proyek, serta janji untuk pembuatan doking perahu sementara di setiap RT masing-masing satu unit,” tutur Sudirman.
“Namun kenyataannya, PUPR jusru secara diam-diam memperluas bantaran kali hingga masuk ke rumah-rumah warga hingga luas total bantaran mencapai 36,14 meter berdasarkan pengukuran manual warga,” tambah dia.
Sudirman juga menyebut hingga saat ini Kementerian PUPR tidak memenuhi janji ganti rugi atas dampak kerusakan rumah warga dan pembuatan doking perahu yang tak kunjung terealisasi.
Selain itu, lanjut Sudirman, aktivitas proyek juga berakibat pada makin sulitnya akses nelayan untuk mengoperasionalkan perahu miliknya.
Dengan begitu, banyak nelayan yang sejak pemasangan pancang, tidak lagi bisa melaut. Hal itu berakibat pada semakin merosotnya pendapatan warga yang rata-rata adalah nelayan ternak kerang hijau dan nelayan tangkap.
“Kalau pun terpaksa melaut, maka akan berdampak pada semakin besar biaya operasional yang harus dikeluarkan terutama bagi nelayan ternak kerang hijau karena harus menambah jumlah tenaga untuk mengangkat kerang dari perahu menuju tempat pengolahan,” ungkap Sudirman.
“Oleh sebab itu, Nelayan Kampung Baru Dadap yang tergabung di dalam AGRA Ranting Dadap meminta PT. WIKA selaku kontraktor pelaksana proyek dan kementrian PUPR untuk menghentikan proyek pembangunan tanggul NCICD hingga terjadi kesepakatan yang adil bagi warga terdampak, menuntut PUPR untuk segera merealisasikan janji-janjinya kepada warga berupa ganti rugi atas dampak kerusakan rumah yang ditimbulkan oleh aktivitas proyek serta janji untuk pembuatan doking Perahu bagi Nelayan,” tandas dia.