wmhg.org – Anies Baswedan ikut mengecam dua peristiwa pembubaran yang terjadi secara beruntun. Yakni, diskusi diaspora dari Forum Tanah Air (FTA) serta aksi damai Global Climate Strike.
Anies Baswedan menyebut, tindakan pembubaran paksa itu sebagai perbuatan premanisme.
Kita perlu mengecam aksi premanisme penuh kekerasan yang membubarkan: 1) diskusi diaspora dan 2) aksi damai Global Climate Strike, yang terjadi dalam hari berurutan, kata Anies lewat postingannya di akun X pribadinya, dikutip Minggu (29/9/2024).
Mantan Gubernur Jakarta itu menegaskan bahwa kedua kegiatan tersebut merupakan wujud dari penyaluran aspirasi. Dan kebebasan berbicara harusnya menjadi hak setiap warga negara.
Kebebasan berbicara dan berpendapat sebagai salah satu prinsip demokrasi yang telah dilindungi oleh konstitusi haruslah dihormati, ujarnya.
Dia pun mendorong kepolisian untuk mengusut kasus pembubaran yang dilakukan oleh oknum preman tersebut. Anies bahkan mengarahkan permintaannya langsung kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Kita dukung penuh pak Kapolri @ListyoSigitP beserta jajarannya agar bisa segera mengusut tuntas semua peristiswa ini. Tidak hanya terhadap para pelaku di lapangan, tapi juga otak di baliknya, ucap Anies.
Rakyat tentu memantau, akankah hukum di negeri ini lunglai terhadap pembungkaman kekebasan berbicara? pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, aksi damai Global Climate Strike atau Jeda Iklim Global digelar di Taman Menteng, Jakarta, pada Jumat (27/9). Aksi damai itu yang digelar sekitar pukul 13.00 WIB itu tiba-tiba dibubarkan oleh sekelompok orang tak dikenal.
Oknum tersebut memaksa massa bubar sambil merampas sejumlah properti aksi, seperti patung manekin, poster, dan dua unit pengeras (toa).
Keesokan harinya, pada Sabtu (28/9), aksi pembubaran oleh sekelompok preman juga terjadi ketika diskusi FTA di Kemang, Jakarta Selatan, tengah berlangsung. Diskusi tersebut dihadiri sejumlah tokoh yang kerap mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi seperti Din Syamsuddin, Refly Harun, Said Didu, Soenarko, dan lainnya.