wmhg.org – JAKARTA. Program pengampunan pajak atau tax amnesty bakal bergulir lagi.
Ini setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas).
Artinya pemerintah akan kembali menjalankan tax amnesty jilid III. Namun, program tax amnesty ini dinilai sebagai kebijakan yang tidak ideal untuk dijalankan.
Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai kebijakan tax amnesty akan selalu menimbulkan polemik dan diskursus yang bertentangan.
Pertama, tax amnesty ini akan memberikan rasa ketidakadilan terhadap wajib pajak yang telah patuh. Hal itu karena masyarakat yang mengikuti program tax amnesty, berarti mengakui bahwa sebelumnya mereka tidak patuh dalam melakukan kewajiban perpajakan.
Kedua, masyarakat akan cenderung meremehkan kebijakan-kebijakan umum tentang perpajakan karena secara rutin pemerintah mengeluarkan program tax amnesty.
Kedua hal inilah yang membuat kebijakan tax amnesty ini adalah program yang kurang ideal, ungkap Ajib dalam keterangan tertulis, Rabu (20/11).
Tetapi di sisi lain, masyarakat indonesia secara umum, memang masih mempunyai literasi perpajakan yang rendah. Kalaupun masyarakat golongan yang sudah faham tentang perpajakan, budaya taat pajaknya juga masih rendah.
Hal ini tercermin dari tingkat tax ratio Indonesia yang hanya bergerak di kisaran 10%. Tahun 2025, kebijakan coretax system akan diberlakukan, ini membutuhkan prasyarat wajib pajak mempunyai pemahaman dan kepatuhan pajak yang lebih baik.
Hal ini yang membuat tax amnesty dibutuhkan masyarakat, ujarnya.
Sementara dari sisi pemerintah, menurut Ajib, paling tidak ada tiga manfaat dengan kebijakan tax amnesty. Pertama, kebutuhan budgeteir, yaitu untuk menambah pemasukan buat APBN.
Kedua, harta bersih yang dilaporkan wajib pajak, akan muncul yang sebelumnya menjadi bagian underground economy, bisa masuk ke sistem keuangan Indonesia yang lebih terbuka, dan selanjutnya menjadi aset yang lebih produktif masuk dalam putaran perekonomian nasional.
Ketiga, bisa membantu memberikan daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi 8%, karena tidak ada kekhawatiran masyarakat untuk membelanjakan uang yang telah diakui dalam program tax amnesty tersebut.
Ajib menambahkan, secara prinsip fungsi pajak adalah untuk keuangan negara atau fungsi budgeteir, dan juga fungsi mengatur ekonomi atau regulerend. Dalam konteks kebijakan tax amnesty ini, aspek budgeteir dan regulerend bisa didorong bersama dan memberikan manfaat.
Jadi kebijakan tax amnesty adalah program yang kurang ideal, tapi dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah, ucapnya.