wmhg.org – Kasus KDRT yang menimpa selebgram Cut Intan Nabila sampai dibawa ke ranah hukum. Suaminya yang menjadi pelaku, Armor Toreador, kini telah berstatus tersangka setelah ditangkap oleh Polres Bogor.
Dari pengakuan Armor, KDRT itu rupanya telah dilakukan sejak awal pernikahan pada 2020 lalu.
Kasus KDRT yang dilakukan oleh suami kepada istri memang menjadi yang paling lazim terjadi. Walau begitu, KDRT juga bukan tidak mungkin dilakukan oleh istri kepada suami atau juga orang tua kepada anak.
Walaupun secara umum memang lebih banyak pada laki-laki, ungkap Psikolog klinis Nirmala Ika saat dihubungi wmhg.org, Rabu (14/8/2024).
Nirmala menjelaskan, suami lebih sering menjadi pelaku KDRT karena adanya pengaruh konstruksi gender serta stigma masyarakat dan budaya ketimuran.
Ada nilai-nilai yang seolah-olah menempatkan perempuan itu posisinya di bawah laki-laki. Kalau mau jadi istri yang baik, ya di bawah laki-laki. Sehingga ketika si laki-laki yang tidak punya kesadaran bahwa dia sudah melakukan kekerasan, kekerasan jadi makin terjadi, kata dia.
Tak jarang kasus KDRT juga selalu berkaitan dengan peran gender dalam rumah tangga. Cara berpikir yang patriarki juga mempengaruhi perempuan yang menjadi korban KDRT dalam mengambil sikap.
Secara tidak sadar, masyarakat, budaya, sistem pendidikan, bahkan negara kita membedakan perempuan dan laki-laki. Di mana posisi perempuan ditempatkan sebagai yang harus mempertahankan keluarga, harus mengasuh anak. Jadi seolah-olah ketika dalam rumah tangga ada masalah, yang harus bertahan, harus berubah adalah istrinya, ujar Nirmala.
Seperti pada kasus yang dialami Cut Intan Nabila, di mana dia mengaku pilih menyembunyikan KDRT yang dilakukan suaminya srlama bertahun-tahun karena alasan demi anak.
Pemikiran seperti itu juga tertanam pada perempuan sendiri akibat didikan lingkungan serta stigma yang terus ada di masyarakat. Sehingga, ketika sudah menikah, perempuan pun merasa harus mempertahankan rumah tangganya apa pun yang terjadi.