wmhg.org – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akan membacakan putusan atas praperadilan yang diajukan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor alias Paman Birin.
Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel menunjukkan bahwa sidang tersebut akan digelar besok, Selasa (12/10/2024). Rencananya, sidang putusan praperadilan Sahbirin Noor dijadwalkan dibacakan pada pukul 14.00 WIB.
“Jadwal jam 14,” kata Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto kepada wartawan, Senin (11/11/2024).
Sebelumnya, KPK mengungkapkan bahwa Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor atau Paman Birin tidak diketahui keberadaannya.
“Sampai saat ini termohon (KPK) masih melakukan pencarian terhadap keberadaan pemohon (Sahbirin),” kata Tim Biro Hukum KPK Nia Siregar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2024).
Untuk itu, Nia menegaskan bahwa pihaknya sudah menerbitkan Surat Perintah Penangkapan (Sprinkap) dab Surat Putusan Pimpinan KPK untuk mencekal Sahbirin ke luar negeri.
“Termohon telah menerbitkan surat perintah penangkapan nomor Sprinkap 06 dan surat putusan pimpinan KPK tentang larangan bepergian ke luar negeri, namun keberadaan pemohon belum diketahui sampai saat ini dan masih dilakukan pencarian,” ujar Nia.
“Oleh karena itu, penetapan tersangka terhadap diri pemohon dilakukan secara in absentia sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap diri pemohon sebelum ditetapkan sebagai tersangka,” tandas dia.
Diketahui, KPK melakukan penahanan terhadap enam tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024–2025.
Dalam perkara ini, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB), Kadis PUPR Kalsel Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya Yulianti Erlynah (YUL), pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), Plt Kabag Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean (FEB), dan dua pihak swasta Sugeng Wahyudi (YUD) serta Andi Susanto (AND).
Namun, KPK hanya menahan enam tersangka pada hari ini sementara Sahbirin Noor merupakan satu-satunya tersangka yang belum dilakukan penahanan.
Lebih lanjut, KPK akan melakukan penahanan terhadap 6 tersangka untuk 20 hari terhitung sejak 7 Oktober hingga 26 Oktober 2024.
“Terhadap 4 tersangka SOL, YUL, AMD, FEB, di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas | Jakarta Timur, di Gedung KPK K4,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
“Sedangkan tersangka YUD, dan AND di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas | Jakarta Timur, di Gedung KPK C1,” tambah dia.
KPK mengamankan uang sekitar Rp 12 miliar (Rp 12.113.160.000) dan USD 500 dari kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Kalimantan Selatan(Kalsel) yang dilakukan pada Minggu (6/10/2024).
Uang itu diduga merupakan pembayaran fee sebesar 5 persen yang diberikan kepada Sahbirin untuk memuluskan tiga proyek pembangunan.
Adapun proyek yang dimaksud ialah pembangunan lapangan sepak bola di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih PT WKM (Wiswani Kharya Mandiri dengan nilai pekerjaan Rp23 miliar (Rp 23.248.949.136).
Selain itu, ada juga proyek pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT HIU (Haryadi Indonesia Utama) dengan nilai pekerjaan Rp22 miliar (Rp 22.268.020.250,00).
Terakhir ialah pembangunan kolam renang di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatandengan penyedia terpilih CV BBB (Bangun Banua Bersama) dengan nilai pekerjaan Rp9 miliar (Rp9.178.205.930,00).
Sahbirin Noor bersama SOL, YUL, AMD, dan FEB diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Di sisi lain, tersangka dari pihak swasta berinisial YUD dan AND diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.