wmhg.org – Tanggal 18 November 2024, Muhammadiyah, akan merayakan Milad ke-112. Ini menunjukkan eksistensi Muhammadiyah sebagai ormas Islam tertua di Indonesia.
Muhammadiyah didirikan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya lewat program-program sistem pendidikan Islam yang moderen.
Paham dan ideologi keagamaan yang dipegang oleh Muhammadiyah adalah dakwah, tajdid, dan Islam Berkemajuan yang berpandangan wasathiyah.
Dakwah adalah untuk mensyiarkan wajah Islam yang menebar manfaat dan berkeunggulan, tajdid sebagai watak adaptif pemikiran keislaman yang senantiasa selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan Islam berkemajuan merupakan karakter wawasan serta praktik beragama ala Muhammadiyah.
Sejarah Nama Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan KH Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 di Kauman, Yogyakarta, usai menimba ilmu di Mekkah, Arab Saudi, kedua kalinya.
Selama di tanah suci itu, Ahmad Dahlanmembaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
Karya-karya para pemikir pembaharu Islam itu berpengaruh terhadap pemikiran Ahmad Dahlan untuk membawa ide dan gerakan pembaruan ke tanah air.
Ia lalu mendirikan Sekolah Rakyat bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di Yogyakarta untuk menuangkan ide dan gagasan pembaruan Islam.
Seiring berjalannya waktu, Ahmad Dahlan merasa perlu ada organisasi yang tidak sekedar mengurus
pendidikan saja, tetapi juga menghimpun dan menjadi wadah gerakan kaum pembaru.
Ahmad Dahlan lalu menyampaikan niatnya itu kepada para murid, saudara, dan sahabat yang sepaham dengan dirinya.
Dalam diskusi di Pendopo Tabligh, tahun 1911, KH Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, mengusulkan nama untuk gerakan Ahmad Dahlan itu adalah Muhammadiyah.
Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut:
”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
Nama ini lantas dikukuhkan oleh Ahmad Dahlan sebagai nama organisasinya setelah berulang kali dilakukan shalat istikharah. Muhammadiyah dinyatakan berdiri pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H atau 18 November 1912.
Sosok KH Sangidu
Dikutip dari makalah berjudul KH Sangidu, Penghulu Penemu Nama Muhammadiyah karya Fandy Aprianto Rohman, KH Sangidu adalah Kepala Penghulu Kasultanan Yogyakarta ke-13 yang dilantik pada tahun 1914.
KH Sangidu menjabat sebagai seorang penghulu kasultanan sampai dengan tahun 1940. Dalam catatan sejarawan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Ahmad Adaby Darban, KH Sangidu dianugerahi tongkat pusaka, payung, dan pakaian kebesaran dengan nama kehormatan K.R.P.H. Muhammad Kamaluddiningrat ketika diangkat sebagai penghulu Masjid Agung Yogyakarta.
KH Sangidu adalah putra dari Kyai Ma’ruf Ketib Tengah (Ketib Amin) dan Nyai Sebro (Raden Nganten Ketib Amin).
Apabila dirunut melalui garis keturunan ayahnya, KH Sangidu termasuk keturunan dari Kyai Maklum Sepuh atau Kyai Penghulu Maklum Kamaluddiningrat (Kepala Penghulu Kasultanan Yogyakarta ke-9).
Di sisi lain, KH Sangidu termasuk keturunan dari Ki Ageng Pemanahan apabila dirunut melalui garis keturunan ibunya.
KH Sangidu merupakan sedulur gawan dengan Ahmad Dahlan. Sangidu merupakan menantu dari KH Sholeh (kakak ipar dari Ahmad Dahlan) sekaligus murid dari KH Ahmad Dahlan sendiri.
KH Sangidu memiliki kesamaan paham dengan Ahmad Dahlan. Dia menjadi pendukung gerakan yang dipelopori Ahmad Dahlan tersebut. Oleh karena itu, Sangidu dikenal sebagai pemegang stamboek atau kartu anggota Muhammadiyah pertama.