wmhg.org – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI fraksi PDIP, TB Hasanuddin, menilai apa yang disetujui dalam pembahasan Revisi UU Pilkada bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru.
Hal itu disampaikan TB Hasanuddin usai dirinya terlibat langsung dalam pembahasan RUU Pilkada dalam Rapat Baleg DPR RI lewat Panja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Awalnya TB mengaku jika fraksi PDIP tidak diberikan kesempatan menyampaikan pendapat dalam pembahasan tersebut. Tiba-tiba menurutnya usulan disepakati dan diketok palu dalam rapat.
Tayangan yang tadi dipaparkan itu, tidak diberi kesempatan kepada setiap fraksi untuk menyampaikan pendapatnya. Langsung digedok. Setelah itu, tutup. Ya sudah, kita masuk sekarang kepada tahap berikutnya timsin. Ya sudah istirahat, kata TB usai rapat.
Ia mengatakan dari bahan yang dicetak atau yang diperoleh fraksi PDIP justru berbeda dengan apa yang telah disetujui. Untuk itu, kata dia, pembahasan bertentangan dengan putusan MK.
Setelah diprint itu ternyata justru bertentangan dengan keputusan mahkamah konstitusi, katanya.
Ia lantas membeberkan hal substansial dalam pembahasan RUU Pilkada yang bertentangan dengan putusan MK.
Saya bacakan, di dalam pasal ini sebagai contoh, saya akan sebutkan di sini bahwa tetap saja aturan itu harus 20 persen dari partai atau gabungan partai. Ketentuan pasal 40 diubah, menjadi sebagai berikut. Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika sudah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan . Ya. Oke. Ya sama saja kan, ujarnya.
Kemudian yang kedua, dari pasal 40 itu nomor 2, partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi DPRD dapat mendapatkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh sah paling sedikit 10 persen, sambungnya.
Ia menegaskan, hal itu sangat bertentangan dengan apa yang telah diputuskan MK kemarin.
Ini bertentangan dengan putusan MK, kalau putusan MK itu adalah ya untuk semua kan. Nah di sini hanya ditulis, untuk yang tidak memiliki kursi, ungkapnya.
Meski demikian fraksi PDIP kata dia, bakal terus memperjuangkan demokrasi tetap berjalan.
Nah bagaimana sikap fraksi PDI Perjuangan, kami akan meneruskan perjuangan untuk tetap kita mendorong agar demokrasi Indonesia tetap berjalan sesuai dengan aturan yang kesepakatan yang sudah kita sepakati yaitu kita akan taat asas kepada keputusan mahkamah konstitusi, pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI lewat Panitia Kerja (Panja) turut membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD bisa mengusung calon kepala daerah, dalam Revisi Undang-Undang Pilkada.
Namun dalam pembahasan itu, Panja justru terkesan mengacuhkan putusan MK tersebut dan hanya menyepakati syarat pencalonan kepala daerah di Pilkada yang diputuskan MK itu hanya berlaku bagi partai-partai non parlemen saja.
Sementara itu bagi partai-partai politik yang memiliki kursi di DPRD itu tetap mengacu pada aturan lama yakni harus memenuhi ambang batas atau threshold 20 persen jika ingin mencalonkan figur sebagai calon kepala daerah di Pilkada.
Ketentuan itu menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang dibahas oleh panja dalam kurun hanya sekitar 3 jam rapat.
Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.
Disetujui Panja 21 Agustus 2024 Usulan DPR pukul 12.00 WIB, tulis draf revisi itu.
Jika usulan kesepakatan dalam Panja ini diteruskan dalam RUU Pilkada dan menjadi UU yang sah, maka PDIP sebagai partai yang memiliki kursi di parlemen tidak bisa mencalonkan sendiri pada Pilkada terutama di Jakarta.