wmhg.org – JAKARTA. Pemerintah dan DPR hingga saat ini belum menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2025.
Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan BPIH kemungkinan akan dilakukan pada masa reses. Adapun masa reses DPR diperkirakan pada 6 Desember 2024 sampai pekan kedua Januari 2025.
“(Pembahasan BPIH 2025) Mungkin di masa reses,” ujar Marwan saat dihubungi Kontan, Selasa (26/11).
Seperti diketahui, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 152 tahun 2024 tentang Kementerian Agama, pasal 18 menyebutkan bahwa salah satu tugas Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama adalah perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dan biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar bertemu dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah di Masjidil Haram, Makkah pada Minggu (24/11) malam.
Hadir dalam pertemuan terbatas ini, Kepala Badan Penyelenggara Haji Muchammad Irfan Yusuf, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, Dubes RI di Saudi Abdul Aziz, Konjen RI di Jeddah Yusron Ambary, dan Konsul Haji KJRI Jeddah, Nasrullah Jasam.
Sejumlah poin dibahas dalam pertemuan tersebut. Pertama, Menag meminta agar jemaah haji Indonesia tidak menempati kawasan Mina Jadid.
Kedua, Menag meminta penambahan jumlah petugas. Menurutnya, banyak jemaah Indonesia yang lanjut usia saat beribadah haji. Sehingga, perlu petugas yang memadai untuk memberikan pendampingan dan pelayanan, termasuk dari unsur dokter dan tenaga medis kesehatan.
Tanggapan Menteri Haji akan mempertimbangkan mengingat kenyataannya seperti itu. Pemerintah Saudi menurut informasi akan mengurangi 50% dari total kuota petugas.
Tapi malah justru kita minta ditambahkan dan itu akan dipertimbangkan dengan alasan alasan tadi. Mudah-mudahan berhasil perjuangan kita, terang Menag.
Ketiga, Menag dan Menhaj berdiskusi tentang murur. Menag melihat Murur, jika diperbolehkan oleh fatwa MUI, akan lebih melancarkan pergerakan jemaah haji.
Keempat, diskusi tentang Dam. Menag menyampaikan bahwa di Indonesia, ada kajian bahwa Dam boleh dilaksanakan di Indonesia. Artinya, kambing Dam dipotong di Indonesia, dan dagingnya didistribusikan ke warga Indonesia.
Kata Menteri Haji, tergantung. Kalau misalnya pertimbangan ulama setempat menganggap itu boleh, kami tidak ada masalah. Malah lebih ringan: mengurangi beban kami dan menambah manfaat bagi masyarakat Indonesia itu sendiri, sebut Menag.
Sekali lagi, apakah itu sudah dibenarkan oleh fatwa MUI? Ini kami akan diskusikan, lanjutnya.
Kepada Menhaj Tawfiq, Menag sempat menanyakan apakah ada negara yang menerapkan Dam seperti itu? Menhaj Saudi menjelaskan bahwa ada, tapi secara sporadis, termasuk Turki juga banyak melaksanakan hal yang sama.
Kelima, Tanazul. Isu ini juga dibahas dalam pertemuan Menag dan Menhaj. Menteri Tawfiq, kata Menag menjelaskan bahwa kebijakan Tanazul diserahkan ke Indonesia.
“Kalau memang itu lebih siap, sebetulnya lebih bagus, melonggarkan pergerakan di Mina,” ucap Menag.
Isu keenam yang didiskusikan adalah terkait maskapai penerbangan. Keduanya mendiskusikan kemungkinan penggunaan Garuda dan Saudia, serta maskapai lain sebagai alternatif. Ini kita akan diskusikan lebih lanjut, ucap Menag.
Ketujuh, Menteri Tawfiq mengimbau Indonesia segera kontrak layanan hotel jika ingin mendapat lokasi lebih dekat, khususnya ke Masjid Nabawi di Madinah. Perlu lebih cepat karena pendekatannya adalah first come first served, siapa cepat akan dapat layanan lebih awal.
Sementara itu, terkait pemanfaatan hasil investasi dana haji untuk calon Jemaah haji lain, para ulama yang hadir pada forum Mudzakarah Perhajian Indonesia tahun 2024 memutuskan beberapa hal.
Pertama, hukum memanfaatkan hasil investasi setoran awal BPIH calon Jemaah haji untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji Jemaah yang berangkat pada tahun berjalan adalah ibahah (boleh).
Kedua, penentuan persentase besaran pemanfaatan hasil investasi setoran awal BPIH calon jemaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jemaah lain, harus didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan baik bagi jemaah haji masa tunggu (waiting list) maupun jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dan memastikan sustainabilitas dana haji dalam jangka Panjang. Sehingga memberikan jaminan keamanan hak-hak jemaah haji daftar tunggu dan keringanan jemaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan.
Ketiga, pemerintah (BPKH) memiliki kewenangan mengelola secara penuh dana setoran awal BPIH, dengan tetap mempertimbangkan prinsip syari’ah, skalaprioritas, kehati-hatian, dan maslahat yang terukur.
Selain itu, mudzakarah perhajian merekomendasikan beberapa hal. Pertama, mendorong BPKH terus melakukan terobosan investasi dan pengelolaan keuangan haji sehingga dapat memberikan kemaslahatan sebesar-besarnya bagi jemaah haji.
Kedua, BPKH dan Kementerian Agama agar melakukan penghitungan secara cermat untuk menentukan besaran nilai manfaat yang akan dipergunakan dengan memastikan sustainabilitas dana haji tetap terjaga dalam jangka Panjang.
Ketiga, Pemerintah memberikan nilai manfaat dana haji secara proporsional kepada jamaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dan jamaah haji waiting list, serta memformulasikan pola pembiayaan haji yang ideal secara bertahap (tadriji).