wmhg.org – Harga tiket pesawat domestik cenderung lebih mahal dibandingkan dengan penerbangan ke luar negeri. Penyebab utamanya adalah pajak dan kenaikan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) yang signifikan.
Fakta itu diungkapkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), Irfan Setiaputra. Menurutnya, dalam penerbangan domestik, bahan bakar avtur dikenakan pajak, berbeda dengan penerbangan internasional yang bebas pajak.
Kami tidak pernah melewati batas harga yang ditetapkan pemerintah. Namun, untuk penerbangan domestik, pajak ikut berlaku, termasuk pada avtur dan tiket pesawat domestik, jelas Irfan, Senin (11/11/2024).
Dia menyoroti kenaikan tarif PJP2U yang mencapai 35 persen pada tahun 2023, yang turut berkontribusi terhadap mahalnya harga tiket pesawat domestik.
Setelah Tarif Batas Atas (TBA) ditentukan, ada tambahan pajak dan PJP2U yang diam-diam naik 35 persen tahun lalu. Mungkin banyak yang tidak tahu, tetapi kami terpaksa menaikkan harga tiket, katanya.
Irfan juga memproyeksikan bahwa harga tiket pesawat domestik berpotensi naik lagi tahun 2025. Hal ini berkaitan dengan rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.
Harga tiket akan naik, karena ada tambahan dari TBA, pajak, dan biaya Angkasa Pura, ujar Irfan.
Menurutnya, Garuda Indonesia tidak keberatan jika pasar penjualan bahan bakar avtur dibuka untuk perusahaan selain PT Pertamina (Persero). Namun, ia menekankan bahwa perusahaan tersebut harus dapat menyediakan avtur di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di daerah-daerah terpencil seperti Indonesia bagian timur.
Kalau mau persaingan terbuka, itu bukan masalah bagi kami. Tapi pastikan layanan tersedia di seluruh wilayah, jangan hanya di Jakarta dan Bali. Pertamina bisa memasok hingga ke wilayah seperti Ternate dan Palopo. Kalau yang lain mau bersaing, buka juga di daerah-daerah tersebut, baru adil, katanya. (antara)