wmhg.org – Lebih dari 20 tahun pasca-reformasi 1998, partai politik dinilai justru mengalami kemunduran etika. Penyebabnya, akibat parpol sendiri tidak menjalankan demokrasi dengan semestinya.
Pakar politik internasional Islam, Herdi Sahrasad, mengatakan, kalau parpol saat ini justru menjalankan demokrasi transaksional.
Demokrasi kita sekarang menjadi demokrasi transaksional bahkan demokrasi kriminal karena hanya memainkan uang dan uang saja. Akibatnya, pergerakan ekonomi nasional menjadi tidak terkontrol dan parlemen pun menjadi disfungsional, peran kontrolnya, kata Herdi dalam diskusi Demokrasi Internal dan Olikargi Partai secara virtual, dikutip Minggu (29/9/2024).
Diakui Herdi bahwa posisi masyarakat sipil memang selalu lebih lemah dalam dinamika politik negara. Kondisi itu telah terjadi sejak masa orde baru. Namun, makin parah, akibat penguasa mengabaikan nilai-nilai dan etika moral.
Dia mengkritik, elit partai menggaungkan ideologi tetapi hanya sebagai slogan. Dalam praktiknya, semua dilanggar para elit partai itu sendiri.
Semakin ke sini, jadi nampak bahwa tidak ada lagi etika dan nilai-nilai yang dihormati dan menjadi landasan dalam pelaksanaan perpolitikan di Indonesia oleh elit-elit partai politik, kritiknya.
Meskipun ada struktur dalam partai, tapi tidak mengandung muatan etik dan nilai-nilai demokratis. Terlebih parpol juga tidak menjalankan demokrasi internal.
Dosen Pasca Sarjana Universitas Paramadina itu melihat parpol tidak menjalankan demokrasi internal akibat tunduk terhadap oligarki.
Seperti kata Olle Tornquist bahwa parpol memang dipimpin oleh ketua partai tapi ketua parpol itu tunduk kepada oligarki modal atau para bohir yang bisa memaksakan kepentingannya kepada para elit partai dan jajarannya. Hal itulah yang membuat demokrasi kepartaian selama 20 tahun terakhir menjadi tanpa moral etik dan nilai juga tanpa rule of law, ujarnya.