wmhg.org – JAKARTA. Harga minyak dunia bertahan dekat level terendah sejak dua pekan terakhir. Direktur Eksekutif Center of Economic and law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, penerimaan negara akan terdampak imbas harga minyak yang turun.
“Rendahnya harga minyak merupakan kabar buruk karena harga referensi batubara internasional sudah anjlok -7,63% dalam satu bulan terakhir. Batubara yang sebagai substitusi minyak, ternyata harganya anjlok,” tutur Bhima kepada Kontan, Rabu (29/1).
Bhima memprediksi era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto tidak ada bonanza komoditas yang bisa mendorong Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Ia menyebut, harga minyak yang bereaksi turun sesuai dengan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin mendorong produksi minyak di lapangan baru khususnya Alaska. Hal ini menyebabkan terjadinya supply glut atau kelebihan pasokan minyak jangka menengah.
Sejalan dengan itu, permintaan energi di dalam negeri China juga turut memburuk, NBS Manufacturing PMI China jatuh ke 49,1 atau di bawah level ekspansi pada Januari 2025. Dari sisi permintaan minyak masih rendah.
“Bagi Indonesia sebagai negara net importir minyak tentu untungkan sisi penghematan belanja subsidi energi. Harga BBM non subsidi harusnya turun juga, kecuali ada tekanan kurs rupiah yang berlebihan,” kata Bhima.
Lebih lanjut, Ia mengungkapkan kondisi inflasi Indonesia sepanjang 2025 diperkirakan hanya akan 1,8%-2,5% year on year (yoy).
“Harga energi bisa turun, tapi sisi daya beli sebenarnya juga tertekan sehingga inflasi rendah,” tandasnya.
Sebagai informasi, mengutip dari Reuters, Selasa (28/1) pukul 09.45 WIB, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2025 naik 12 sen, atau 0,2% ke US$ 77,20 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2025 naik 10 sen atau 0,1% menjadi US$ 73,27 per barel.
Harga minyak Brent ditutup pada hari Senin (27/1) pada level terendah sejak 9 Januari, sementara WTI mencapai level terendah sejak 2 Januari.
China, importir minyak mentah terbesar di dunia, melaporkan kontraksi tak terduga dalam aktivitas manufaktur pada bulan Januari pada hari Senin, menambah kekhawatiran baru atas pertumbuhan permintaan minyak mentah global.
Penurunan harga minyak terjadi karena data PMI China yang lemah dan arus penghindaran risiko menyusul penurunan tajam saham teknologi AS, kata Tony Sycamore, analis di IG.
Permintaan minyak mentah China juga diperkirakan akan terpukul oleh sanksi AS terbaru terhadap perdagangan minyak Rusia.