wmhg.org – BANYUWANGI. Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandini Azwar Anas mengajak sejumlah pihak berkolaborasi mengembangkan ekosistem udang di wilayah ujung timur Pulau Jawa ini. Banyuwangi adalah salah satu penyumbang produksi udang terbesar di Jawa Timur.
Bukan hanya ekonomi, kami berharap pengembangan industri udang memperhatikan ekologi serta kesehatan masyarakat Banyuwangi, ungkap Bupati Ipuk di acara Banyuwangi Shrimp Festival di Taman Blambangan, Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur, Sabtu (7/9) pekan lalu.
Dia bilang, problem yang paling kentara dari industri udang di Banyuwangi adalah masalah lingkungan. Di saat yang sama, sumbangsih tambak udang juga belum berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja di Banyuwangi.
Banyuwangi Shrimp Festival merupakan festival udang perdana di Banyuwangi. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berkolaborasi dengan Konservasi Indonesia, Shrimp Club Indonesia, Fortel serta Yayasan Sinergi Akuakultur Indonesia (YSAI).
Victor Nikijuluw, Senior Ocean Program Advisor Konservasi Indonesia bilang, ada dua pendekatan dalam pengembangan industri udang agar mampu menciptakan skala ekonomi tanpa harus mengorbankan ekologi.
Pertama, jurisdictional approach atau pendekatan secara kewilayahan. Artinya, kedudukan tambak harus dilihat di antara sektor lain. Enggak bisa tambak berada di satu tempat tanpa memperhatikan sektor di sekitarnya yang bisa berdampak negatif terhadap lingkungan, kata dia.
Kedua, pendekatan mikro melalui climate smart shrimp (CSS) atau tambak ramah lingkungan. Intinya, kawasan tambak udang harus meliputi 50% lahan mangrove dan 50% tambak.
Berdasarkan kajian Konservasi Indonesia, pengembangan industri udang di Tanah Air belum mampu memenuhi standar ideal global, dengan komposisi 80% lahan mangrove dan 20% tambak udang. Mangrove enggak boleh ditebang karena sebagai bio filter untuk mencegah kerusakan lingkungan, ucap Victor.