wmhg.org – Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Helena Lim yang kerap disebut sebagai Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK) menukarkan uang sebesar Rp 420 miliar atau USD 30 juta hasil penambangan ilegal melalui perusahaan money changer miliknya, PT Quantum Skyline Exchange.
Hal itu diungkap jaksa saat membacakan dakwaan terhadap Helena Lim sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pada pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Awalnya, Harvey Moeis yang merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin menginisiasi pengumpulan uang untuk pengamanan bijih timah hasil pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah dari perusahaan-perusahaan smelter yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa. Masing-masing perusahaan membayar sebesar USD 500 sampai USD 750 per ton.
Pengumpulan uang untuk pengamanan bijih timah itu seolah-olah dicatat sebagai coorporate social responsibility (CSR) yang dikelola Harvei atas nama PT Refined Bangka Tin. Kemudian, masing-masing perusahaan melakukan pembayaran dengan mengirimkan uang ke PT Quantum Skyline Exchange milik Helena dengan metode transfer dan setor tunai.
Jaksa menjelaskan bahwa pengiriman uang ke rekening perusahaan money changer milik Helena Lim itu dilakukan untuk ditukarkan ke mata uang asing.
“Bahwa setelah uang masuk ke rekening PT Quantum Skyline Exchange selanjutnya oleh terdakwa Helena ditukarkan dari mata uang Rupiah ke dalam mata uang asing atau Dolar Amerika yang seluruhnya kurang lebih sebesar USD 30 juta,” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Kemudian, uang sebesar USD30 juta atau Rp 420 miliar itu dikirimkan Helena kepada Harvey Moeis secara bertahap. Helena melakukan pengiriman secara langsung melalui kurir ke rumah Harvey di Jalan Gunawarman Nomor 31–33 Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan ke kantor PT Refined Bangka Tin yang beralamat di Menara TCC Batavia maupun di Plaza Marien Jakarta.
“Ada juga dengan cara ditransfer langsung melalui rekening terdakwa Harvey maupun ditransfer melalui rekening pihak lain atas perintah terdakwa Harvey,” ungkap jaksa.
Selain itu, Helena juga tidak melaporkan semua transaksi terkait dengan perusahaan-perusahaan smelter swasta tersebut ke Bank Indonesia maupun ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Menurut jaksa, Helena juga meraup keuntungan dari penukaran uang yang dialakukan, Adapun total keuntungan yang diterima Helena berdasarkan surat dakwaan jaksa ialah sebesar Rp 900 juta.
“Atas penukaran uang Harvey Moeis dari CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa, terdakwa helena melalui PT Quantum Skyline Exchange mendapatkan keuntungan seluruhnya kurang lebih sebesar Rp 900 juta,” beber jaksa.
“Perhitungan Rp 30 kali USD 30 juta jumlah yang ditukarkan di PT Quantum Skyline Exchange,” tandas dia.
Diketahui, ada 22 tersangka dalam perkara korupsi timah yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dalam kasus ini, tersangka pertama kali ditetapkan pada 30 Januari 2024, atas nama Toni Tamsil (TT) alias Akhi, adik tersangka Tamron Tamsil. Toni Tamsil, satu-satu tersangka dugaan perintangan penyidikan dalam perkara korupsi timah.
Kemudian, bulan Februari penyidik menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Tamron Tamsol (TN) alias AN selaku Beneficial Ownership CV VIP dan PT MCM dan Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP. Disusul satu tersangka, Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN pada 19 Februari.
Lalu pada 21 Februari, ditetapkan dua tersangka Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT dan Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan PT RBT.
Selanjutnya, Kejagung menetapkan Helena Lin sebagai tersangka pada 26 Maret. Lalu, pada tanggal 27 Maret, Harvey Moeis, suami Sandra Dewi ditetapkan sebagai tersangka.
Tanggal 26 April, penyidik menetapkan lima orang tersangka, yakni tiga tersangka yang ditetapkan merupakan pelaksana tugas (Plt.) dan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung.
Para tersangka itu yakni SW selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015 sampai Maret 2018; BN selaku Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Maret 2019, dan AS selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung.
Adapun dua pihak swasta, adalah HL selaku beneficiary owner (pemilik manfaat) PT Tinido Inter Nusa (TIN) atau BO PT TIN: FL selaku marketing PT TIN. Kedua tersangka ini merupakan kakak beradik. HL merujuk pada Hendry Lie yang pernah diperiksa sebagai saksi pada 29 Februari 2024 dan Fandy Lingga.
Terakhir, penyidik menetapkan Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2015-2020 Bambang Gatot Ariyono (BGA) sebagai tersangka pada Rabu (29/5).