wmhg.org – Ancaman tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih jadi risiko yang membayangi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Jaringan Nasional (Jarnas) Anti TPPO mengungkap bahwa Indonesia masih menjadi sarang perdagangan orang.
Tercatat sejumlah daerah yang masih menjadi sentra perdagangan orang di antaranya, Jakarta, Batam, Bali, Surabaya, Manado, serta Papua.
Pendiri Solidaritas Perempuan Migran Wonosobo (SPMW) yang juga penyintas korban TPPO di Taiwan, Maizidah Salas, membagikan saran untuk para calon TKI supaya bisa jeli melihat tanda-tanda dari TPPO.
Dia mengungkapkan bahwa modus TPPO sekarang banyak bertebaran di media sosial karena mengincar generasi muda, terutama Gen Z.
Di media sosial itu sekarang yang berkembang adalah magang. Jadi orang akan dimagangkan atau training atau tukar budaya gitu, tapi ujung-ujungnya mereka dieksploitasi. Bukan hanya dieksploitasi secara ekonomi tetapi juga dieksploitasi secara seksual, kata Salas kepada .com, ditemui pada Agustus lalu di Jakarta.
Menurutnya, TKI di negara mana pun sama rentannya menjadi korban TPPO. Terlebih negara yang tidak memiliki ikatan kerjasama tenaga migran dengan Indonesia dinilai lebih besar potensinya terjadi TPPO.
Kalau negara-negara ini tidak memiliki MOU dengan Indonesia, MOU dalam hal ketenagakerjaan terkait dengan perlindungan pekerja asing, ini tentu menjadikan teman-teman yang bekerja ke luar negeri itu juga mengalami kerentanan, ujarnya.
Tak cukup hanya modal tekad dan nekat, Salas mengingatkan kepada generasi muda yang ingin bekerja di luar negeri perlu persiapkan mental yang kuat terlebih dahulu untuk menghadapi berbagai perbedaan, seperti budaya dan cara kerja.
Satu mental, dua skill untuk bisa bekerja. Kedua ini sudah dipersiapkan dengan matang. Kemudian mencari informasi yang tepat supaya teman-teman itu tahu betul negara mana yang akan menjadi tujuan pekerja dan resiko-resiko yang akan dialami, tuturnya.
Bukan hanya memahami budaya serta etos kerja dari negara tujuan, Salas menyarankan agar para TKI juga mengetahui kontak pengaduan jika terjadi keadaan darurat yang mengarah pada TPPO.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menemukan bahwa sebagian besar yang bekerja ke luar negeri karena desakan ekonomi.
Lantaran sudah terdesak keadaan, sejumlah pekerja jadi tergesa-gesa dalam menjalani proses kerja. Asisten deputi bidang perlindungan Hak Perempuan pekerja dan TPPO Prijadi Santoso menyampaikan bahwa sikap tersebut justru membuat calon imigran itu rentan terjebak pada
Korban TPPO yang paling banyak tadi masalah ekonomi, kemudian pendidikan. Tapi ekonomi itu paling banyak, kata Prijadi.