wmhg.org- JAKARTA. Pemerintah Indonesia berencana memberikan berbagai insentif fiskal bagi industri berbasis ekspor untuk memperkuat rantai pasok global.
Kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan ekspor, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, serta menjaga upah tenaga kerja di dalam negeri.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa sektor industri berbasis ekspor merupakan prioritas yang harus didorong pemerintah.Â
Ia menyoroti lemahnya daya saing sektor manufaktur yang memerlukan pendekatan komprehensif. Menurutnya, solusi yang parsial hanya akan menambah kompleksitas masalah.
Wija menyarankan agar pemerintah melakukan benchmarking dengan negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina untuk memastikan sektor manufaktur Indonesia mendapat perlakuan yang setara.Â
Ini untuk menjadikan pembelajaran sekaligus memastikan bahwa sektor manufaktur kita mendapatkan perlakuan yang lebih baik jika tidak setara, ujarnya kepada Kontan pada Minggu (20/10).
Ia menguraikan sepuluh jenis insentif yang bisa diberikan, termasuk pengurangan pajak, kemudahan importasi bahan baku, dan kemudahan ekspor.Â
Selain itu, ia juga mengusulkan kemudahan izin berusaha, akses ke kawasan industri, fleksibilitas aturan konten lokal, serta biaya energi dan logistik yang lebih murah.Â
Wija juga menekankan pentingnya kebijakan Free Trade Agreement (FTA) dengan negara-negara seperti EU, USA, Australia, China, Jepang, Korea Selatan, dan India untuk meningkatkan daya saing ekspor.
Dalam penyusunan kebijakan, Wija menekankan pentingnya melibatkan asosiasi-asosiasi terkait seperti APINDO dan KADIN.Â
Ia juga menyebut Indonesia tertinggal dalam FTA dibandingkan negara-negara tetangga, sehingga finalisasi perjanjian ini perlu dipercepat, terutama untuk menarik investasi berkualitas dari China yang terdampak perang dagang dengan EU dan USA.
Selain itu, Wija juga menegaskan pentingnya reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi.Â
Tidak ada gunanya kita mendesain kebijakan dengan baik jika birokrasi tidak profesional dan praktik korupsi tetap merajalela, tambahnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah telah memberlakukan kebijakan proteksi terhadap industri dalam negeri, termasuk produk tekstil, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/2024 dan PMK No. 49/2024.Â
Kebijakan ini mengatur bea masuk untuk impor kain dan karpet selama tiga tahun guna meningkatkan daya saing industri lokal serta menjaga pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.