wmhg.org – Mantan petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar yang diduga terlibat sebagai makelar dalam perkara dugaan suap penanganan perkara Ronald Tannur ternyata memiliki harta sebesar Rp 51,4 miliar.
Harta tersebut merupakan jumlah yang dia sampaikan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 Maret 2022.
Dilihat dari laman LHKPN KPK, Zarof memiliki delapan bidang tanah dan lima bisang tanah beserta bangunannya di Jakarta Selatan, Bogor, Tangerang, Denpasar, Solok, Bandung, Pekanbaru, dan Cianjur senilai Rp 45,5 miliar (Rp45.508.902.000).
Selain itu, Zarof juga memiliki tiga unit kendaraan berupa mobil Kijang Minibus, VW Beetle, dan Toyota Yaris seharga Rp 740 juta.
Dia juga mempunyai harta bergerak lainnya senilai Rp 680 juta, kas dan setara kas Rp 4,4 miliar (Rp 4.424.580.788), serta harta lainnya sebesar Rp 66,4 juta (Rp 66.489.388).
Zarof tercatat tidak mempunyai utang sehingga total kekayaan yang dilaporkannya sebesart Rp 51,4 miliar (Rp 51.419.972.176).
Angka ini jauh lebih sedikit dibanding uang yang ditemukan Kejaksaan Agung (Kejagung) dari Zarof. Sebab, Kejagung menemukan uang Rp 920 miliar dari rumah Zarof.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menyita uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing senilai hampir Rp 1 triliun, tepatnya Rp 920 miliar, serta emas batangan seberat 51 kilogram dari rumah eks petinggi Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa temuan ini muncul usai penggeledahan di rumah Zarof.
“Kami penyidik sebenarnya juga kaget ya, tidak menduga. Bahwa di dalam rumah ada uang hampir Rp 1 triliun dan emas yang beratnya hampir 51 kilogram,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jumat (25/10/2024).
Menurut Qohar, berdasarkan keterangan dari tersangka Zarof, kekayaan yang fantastis tersebut dikumpulkan selama dirinya masih menjabat sebagai pejabat di MA dari tahun 2012 hingga 2022.
“Ini dikumpulkan mulai tahun 2012-2022, karena 2022 sampai sekarang yang bersangkutan sudah purna tugas,” ungkap Qohar.
Zarof mengakui bahwa sebagian besar uang tersebut berasal dari pengurusan perkara di MA, yang berperan sebagai mafia kasus atau markus.
Pengakuannya memperlihatkan betapa mendalam perannya dalam mengatur hasil persidangan demi kepentingan pihak tertentu, termasuk vonis bebas yang menguntungkan.
“Menurut keterangan yang bersangkutan, bahwa ini diperoleh dari pengurusan perkara. Sebagian besar pengurusan perkara,” lanjut Qohar.
Lebih lanjut, penyidik menemukan bahwa Zarof sering terlibat dalam kasus-kasus sensitif yang membutuhkan pengondisian hasil persidangan. Meski begitu, Zarof mengaku tidak ingat dengan jumlah pasti perkara yang telah ia kondisikan, menunjukkan banyaknya kasus yang pernah ia tangani.
“Dari pengurusan perkara, itu sebagian besar. Itu jawaban yang bersangkutan, karena saking banyaknya dia lupa, karena banyak, ya,” jelas Qohar.
Penemuan uang suap dalam jumlah besar ini memunculkan dugaan bahwa vonis bebas yang dijatuhkan oleh tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus Ronald Tannur turut melibatkan jaringan mafia kasus yang dikendalikan oleh Zarof.