wmhg.org – Berita soal aksi razia terhadap Rumah Makan Padang di Cirebon yang dilakukan oleh anggota ormas Perhimpunan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC) masih jadi perbincangan dalam beberapa hari terakhir. Ormas itu mendatangi rumah makan padang yang pemiliknya bukan asli suku Minang.
Dani, seorang penjaja rumah makan Padang di area Jakarta Pusat, mengaku sempat melihat berita tersebut. Menurutnya, aksi razia tersebut tidak seharusnya terjadi.
Baginya yang telah berjualan masakan Padang sejak 2010, tak pernah ada pembeli yang permasalahkan suku asli dirinya.
Enggak usah sampai razia segala. Kan siapa aja boleh usaha, asal makanannya enak dan rasanya tetep kayak masakan Padang, kata Dani ditemui wmhg.org di Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).
Meskipun memakai nama Rumah Makan Padang, menurut Dani, tidak harus penjualnya juga memiliki darah Minang. Karena masakan Padang sendiri telah terkenal bahkan sampai ke mancanegara.
Mengenai lisensi untuk rumah makan Padang asli orang Minang, Dani juga tak setuju dengan hal tersebut. Karena menurutnya seolah membatasi usaha orang lain untuk berjualan. Baginya, dalam menjajakan makanan, pembeli pasti mengutamakan rasa.
Jangan sampai yang mau usaha kecil jadi susah, yang penting dikasih tahu aja cara bikin masakan Padang yang asli gimana, nggak usah terlalu ribet lisensi-lisensi gitu, kata dia.
Sebelumnya diberitakan, ormas PRMPC merazia tulisan promo atau banderol harga Rp10 ribu di warung masakan padang di Cirebon. Hal tersebut kemudian memicu aksi pencopotan tulisan masakan padang dan menuai penolakan dari pemilik warung.
Usut punya usut, pihak PRMPC resah terhadap rumah makan padang yang obral dan promo tulisan serba Rp10 ribu. Ini karena banderol atau promo harga tersebut dianggap dapat merusak pasaran, apalagi termasuk persaingan tidak sehat.
Pasalnya PRMPC berusaha menjaga kualitas dan rasa dengan harga yang tidak tepat jika dijual Rp 10 ribu. Akhirnya mereka pun berkeliling ke beberapa rumah makan padang dan menyebut tengah memberikan edukasi.