wmhg.org – Alam Ganjar, anak Ganjar Pranowo, tidak tinggal diam melihat sikap para politisi di Senayan yang mencoba membegal konstitusi.
Lewat akun Twitter @ @alamganjar14, putra semata wayang Ganjar Pranowo ini mengaku tidak akan lari melihat situasi negara yang sedang gawat.
Masa lari? Lawan dong, tulis Alam Ganjar di akun Twitter-nya menjawab celotehan netizen yang mengira dirinya bakal pindah negara melihat situasi tanah air yang sedang kacau ini.
Sikap perlawanan pemuda berusia 22 tahun ini terlihat dari cuitan-cuitan di media sosialnya. Ia meminta orang-orang untuk membagikan pengetahuan apa yang sebenarnya terjadi di Republik ini agar semuanya memiliki pemahaman, kesadaran, dan semangat yang setara.
Feel free untuk share informasi-informasi edukatif dalam bentuk apapun (yang valid). Gerakan tetap harus disertai fakta, tutur Alam Ganjar.
Ia meminta warganet untuk menjadikan cuitannya sebagai sarang melaporkan situasi emergency di lapangan, secara khusus terkait masalah keamanan dan kesehatan.
Backingan kita adalah seluruh masyarakat Indonesia yang masih punya akal sehat. Lawan, ujarnya.
Alam Ganjar pun aktif membagikan informasi mengenai gerakan-gerakan perlawanan rakyat di daerah terhadap pemerintah.
Jadikan tweet ini untuk menampung informasi terkait aksi yang di inisiasi kawan-kawan. Share lokasi, waktu, dan catatan-catatan penting lainnya. Saatnya kita saling hadir untuk satu sama lain karena yang seharusnya hadir malah menginjak, papar Alam.
Menurut Alam, aksi-aksi yang digelar pegiat demokrasi harus sustain dan berkelanjutan. Kata dia, banyak jenis aksi yang bisa diexplore bareng-bareng agar pressure akan terus ada dan datang dari banyak sisi.
Buat temen-temen yang punya ide aksi selain demo bisa share disini biar semuanya tetep bisa ikut berkontribusi, tutur Alam Ganjar.
Gerakan rakyat menguat pascasikap DPR RI yang tidak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pilkada 2024.
DPR RI dengan kecepatan tinggi langsung membahas RUU Pilkada. Sejumlah poin penting adalah mengenai bolehnya partai nonparlemen mengajukan calon kepala daerah di pilkada dan batas usia calon kepala daerah.
Salah satu muatan krusial RUU Pilkada yang disepakati DPR dan Pemerintah ialah perubahan Pasal 40 UU Pilkada yang mengakomodasi sebagian putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada, dengan memberlakukannya hanya bagi partai nonparlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD.
Sedangkan, partai yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama, yakni minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen perolehan sah.
Berikut ketentuan Pasal 40 yang diubah:
(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilin tetap sampai dengan 2.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.
Pada Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi memutuskan putusan krusial terkait dengan tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.