wmhg.org – Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menanggapi pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lagi fokus melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Praswad menyoroti kinerja KPK yang baru dua kali melakukan OTT sepanjang 2024. Hal ini dinilai sebagai rekor terburuk dalam kinerja KPK sejak lembaga tersebut berdiri pada 2002 lalu.
Selain itu, Praswad juga menilai bahwa minimnya jumlah OTT yang dilakukan KPK menunjukkan lembaga antirasuah itu sudah tidak independen lagi.
Semakin KPK menyatakan tidak perlu OTT semakin nyata bahwa memang KPK sudah tidak independen lagi karena hanya OTT satu-satunya metode pemberantasan korupsi yang tidak bisa di intervensi di level manapun, kata Praswad kepada wmhg.org, Sabtu (26/10/2024).
Apabila menggunakan proses penanganan perkara secara reguler, baik penyelidikan ataupun pengembangan penyidikan, Praswad menilai potensi untuk diintervensi sangat besar, baik dari Istana maupun kekuatan politik di luar.
Namun jika OTT, tidak ada yang bisa memprediksi puncak gunung es itu akan bermuara kemana, hal ini yang paling ditakutkan oleh koruptor maupun oligarki, ujar Praswad.
Lebih lanjut, dia menyebut orang yang melakukan kampanye anti-OTT, dia menginginkan korupsi memenangkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sudahlah berhenti beretorika, kondisi kita sudah darurat korupsi, katanya.
Sebelumnya, KPK mengaku pembuktian perkara melalui OTT tidak lagi menjadi fokus utama. Tessa menjelaskan pihaknya kini lebih fokus melakukan case building atau membangun perkara dari awal untuk bisa lebih menyelamatkan aset.
Untuk itu, Tessa mengakui saat ini lembaga antirasuah tidak lagi banyak melakukan OTT seperti sebelumnya.
Pada saat KPK berdiri itu kita selain hanya tangkap tangan yang mudah, karena tangkap tangan itu cenderung mudah ya, ada informasi, ada pemberi ada penerima ada barang bukti langsung ditangkap selesai, kata Tessa, Jumat (25/10/2024).
Nah tetapi dalam jangka panjangnya tentunya, kita menginginkan adanya penyelamatan aset yang lebih besar, ujarnya.
Lebih lanjut, Tessa menjelaskan penyelamatan aset yang lebih besar bisa dilakukan dengan menangani perkara pada proses pengadaan. Namun, tambah Tessa, kasus rasuah pada proses pengadaan tidak bisa ditangani dengan OTT.
“Proses pengadaan yang sifatnya atau yang jumlahnya tentunya sampai triliunan, dan ini tidak bisa atau penanganannya bukan lagi tangkap tangan,” ujar Tessa.
Meski begitu, dia menegaskan metode OTT masih bisa dilakukan walaupun saat ini sudah tidak menjadi fokus utama untuk dilakukan sebagai upaya penindakan kasus dugaan korupsi.
Penindakan sekarang berupaya apa yang diberikan oleh negara, returnnya harus lebih besar dari pada itu, gitu, ucap Tessa.
Untuk diketahui, return jangka panjang, selain penyelamatan aset, pendidikan, dan peran serta masyarakat adalah investasi yang paling penting ke depannya, katanya.