wmhg.org – JAKARTA. Pengelolaan ruang ataupun pulau yang ada di wilayah pesisir dan terpencil seharusnya dikuasai oleh masyarakat ada di pesisir.
Artinya, perempuan-perempuan nelayan ataupun nelayan itu sendiri yang menguasai pulaunya, kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati kepada KONTAN, Selasa (24/9/2024).Â
Menurut dia, kalau kemudian pulau-pulau tersebut sudah dikeluarkan izin untuk resor misalnya dan itu sudah dimiliki oleh orang per orangan atau siapapun biasanya nanti nelayan tidak bisa pergi mendarat atau sekadar sandar ke pulau tersebut.
Kalau kita lihat kan sebenarnya nelayan kerap mengalami ombak tinggi. Lalu, kemudian mereka sandar. Nah, kalau kemudian pulaunya sudah dikuasai ya otomatis mereka tidak bisa sandar karena sudah dimiliki oleh orang perorangan. Jadi ini yang menjadi kendala sebenarnya, papar Susan.
Selain itu, nelayan juga tidak atau terbatas akses untuk masuk ke wilayah sebuah pulau jiga di dalamnya sudah diberikan izin kepada suatu perusahaan untuk berbagai aktivitas, termasuk kegiatan bisnis.
Menurut Susan, sebetulnya, pulau kosong itu tidak bisa dilihat secara parsial. Sebab, pulau kosong itu punya fungsi yang luar biasa juga buat nelayan karena banyak dari mereka yang kemudian mengembangkan ataupun melakukan penanaman kebun-kebun mereka di pulau-pulau kosong ini.Â
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan terhadap dua resort lantaran diketahui ada indikasi perusahaan yang memanfaatkan pulau-pulau kecil tanpa memiliki dokumen perizinan.
Dua resort itu berada di Pulau Maratua dan Pulau Bakungan Besar dan Bakungan Kecil.
Bahkan salah satu resort di Pulau Bakungan menyambungkan satu pulau dengan pulau lainnya menggunakan jembatan yang dikelola oleh Penanaman Modal Asing (PMA) asal Jerman dan dikelola oleh Warga Negara Asing (WNA) asal Swiss. Sedangkan resort yang ada di Pulau Maratua dikelola oleh PMA asal Malaysia.