wmhg.org – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data profil terbaru dari masyarakat miskin ekstrem di Indonesia periode Maret 2023-Maret 2024. Tercatat bahwa kebanyakan masyarakat miskin ekstrem ternyata memiliki tingkat pendidikan rendah atau hanya lulusan SD jumlahnya ada sekitar 41,8 persen.
Kemudian, tidak tamat SD ada 30 persen, lulusan SMP 16,1 persen, dan pendidikan terakhir SMA ke atas sekitar 11,9 persen. Sehingga keluarga miskin ekstrem, rata-rata lama sekolah kepala keluarganya hanya 5,66 tahun.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyampaikan bahwa pendidikan memang menjadi kunci dari memutus rantai kemiskinan.
Agar modal manusia ditingkatkan kualitasnya pada rumah tangga miskin ekstrem, agar dapat memutus mata rantai kemiskinan, kata Ateng dalam dialog Sosialisasi Capaian Penanganan Kemiskinan Ekstrem di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (26/8/2024).
Sekitar 52 persen masyarakat miskin tersebut memang memiliki pekerjaan. Sayangnya, tidak dapat mendorong pendapatan ekonomi rumah tangga.
Sementara sisanya merupakan bukan angkatan kerja atau pelajar yang harus didorong dari sisi pendidikan. Serta ada pula yang sudah berusia lanjut.
Sementara sisanya atau 7,51 persen penduduk miskin ekstrem berstatus pengangguran.
Dari segi profesi, Ateng menyampaikan bahwa sebagian keluarga miskin ekstrem atau sekitar 47,94 persen bekerja di lahan pertanian.
Pertanian sebagian pekerja keluarga atau tidak dibayar artinya dia bekerja di keluarganya tapi tidak dibayar ini juga yang besar sekali. Kemudian juga pada buruh sekitar 26,5 persen, ungkapnya.
Lainnya bekerja pada bidang konstruksi 9,04 persen, termasuk industri tambang dan pengolahan yang hanya 13 persen.
Sebelumnya diberitakan, Staf Khusus Presiden RI bidang Ekonomi Arif Budimanta menyampaikan bahwa ada 206 ribu kepala rumah tangga lansia yang termasuk masyarakat miskin ekstrem.
Jumlah tersebut tersebar di perkotaan sekitar 40 persen dan di pedesaan sekitar 60 persen. Rata-rata usia para lansia itu di atas 70 tahun dan dari mayoritas ialah perempuan.
Ini tantangan kita karena kalau sudah usia 70 tahun maka, sudah masuk usia pensiun. Tetapi sebagian mereka masuk kategori miskin ekstrem, punya ketergantungan yang besar terhadap rumah tangga yang lain, baik dari anak maupun tetangga sekitar, kata Arif dalam dialog Sosialisasi Capaian Penanganan Kemiskinan Ekstrem di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (26/8/2024).
Bahkan, ia menambahkan, tidak sedikit dari para lansia itu juga tinggal sebatang kara di rumah yang tidak layak.
Beberapa di antaranya ada yang tidak memiliki penghasilan secara mandiri karena keterbatasan fisik, sehingga mengandalkan uluran bantuan dari tetangga sekitar.
Ada pula yang masih mampu bekerja sendiri, akan tetapi dengan upah yang minimum.
Arif mencontohkan, salah satu lansia di Pemalang bernama Kasliah yang memiliki keterbatasan fisik tetapi masih memiliki pekerjaan sebagai pengrajin bulu mata.