wmhg.org – Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menyoroti dugaan adanya konflik kepentingan Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) dan Calon Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut dia, dari komposisi Pansel sendiri sudah menunjukkan adanya dominasi dari aspek pemerintah atau eksekutif sehingga dia menilai wajar jika ada anggapan konflik kepentingan.
“Dari aspek komposisi, dominasinya dari pemerintah, eksekutif, ini jelas kepentingan eksekutif karena kami lihat juga beberapa nama di antaranya selain dari komposisi eksekutif, mereka-mereka ini juga menjabat sebagai komisaris di perusahaan-perusahaan BUMN,” kata Julius dalam diskusi Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi secara daring, Kamis (8/8/2024).
“Ini jelas ada conflict of interest. Banyak BUMN yang diperiksa oleh KPK dan juga Kejaksaan Agung adanya dugaan korupsi. Gimana mereka bisa punya perspektif antikorupsi?” tambah dia.
Selain itu, Julius juga mengkritisi Pansel yang dianggap tidak memiliki pengalaman di bidang antikorupsi. Menurut dia, perlu orang-orang yang berpengalaman soal antikorupsi untuk memiliki pimpinan dan Dewas KPK.
“Ini mau memilih manusia setengah dewa yang bertajuk pimpinan dan Dewas KPK dia nggak punya pengalaman itu, kita bingung,” ucap dia.
Dengan begitu, Julius mengatakan Pansel yang tidak bekerja dengan baik dan memiliki konflik kepentingan inilah yang akan menjadi ancaman KPK ke depan.
Ini kita akan menghasilkan KPKJ, Komisi Pemberantasan Korupsi untuk Jokowi gitu ya, bukan KPK lagi harus nambah satu huruf untuk Jokowi,” tegas Julius.
Dengan begitu, Julius menyebut ancaman terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia akan makin berbahaya. Dia menyebut pemerintahan berikutnya mesti bersiap dengan masalah ekonomi nasional akibat kehancuran KPK.
“Ini akan membawa sebuah masalah besar presiden yang baru, siapapun itu, akan siap-siap APBN-nya jebol dikorupsi karena benteng antikorupsinya sengajadi jebol duluan oleh Jokowi,” tandas Julius.