wmhg.org-JAKARTA. Sejumlah kalangan ekonom dan pemerhati pajak mendorong Presiden Terpilih Prabowo Subianto memiliki keberanian untuk memburu pajak dari orang super kaya di Indonesia.
Hal ini dikarenakan penerimaan pajak dari kalangan tersebut masih belum optimal.
Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah Indonesia memang sudah memiliki tarif pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi sebesar 35% yang dikenakan terhadap penghasilan neto di atas Rp 5 miliar.
Penghasilan neto tersebut melampaui batasan pengusaha kecil yaitu penghasilan bruto sebesar Rp 4,8 miliar.
Namun, Raden menyebut, bagi kebanyakan pengusaha, penghasilan bruto di atas Rp 4,8 miliar banyak yang beralih menjadi Wajib Pajak (WP) Badan berupa PT atau CV. Dengan begitu, usahanya yang semula dilaporkan di SPT Orang Pribadi beralih ke SPT Badan.
Dengan demikian, berlaku tarif PPh Badan yaitu flat 22% dari penghasilan neto perusahaan, ujar Raden kepada Kontan.co.id, Jumat (11/10).
Ia mengatakan, penghasilan yang mengalir ke orang pribadinya (pemilik perusahaan) dilakukan melalui dividen. PT memberikan dividen kepada pemegang saham.Â
Nah, jika dividen tersebut diinvestasikan maka bukan termasuk objek pajak, sehingga tidak ada PPh yang harus dibayar. Tetapi jika dividen tersebut digunakan untuk keperluan pribadi pemegang saham, maka hanya dikenai PPh final sebesar 10% saja.
Jadi yang benar-benar dibayar oleh WP OP hanya 10% saja, katanya.
Lalu, siapa yang membayar PPh OP dengan tarif 35%? Raden menyebut, biasanya direktur yang memiliki gaji dan bonus di atas Rp 5 miliar.Â
Pasalnya, perusahaan-perusahaan multinasional dan perusahaan dalam negeri yang besar banyak memberikan bonus besar di akhir tahun kepada para pegawainya disamping gaji yang diterima bulanan.
Oleh karena itu, dirinya mendorong pemerintah untuk menerapkan pajak kekayaan atau wealth tax. Ini berbeda dengan PPh, di mana objek pajak dari pajak kekayaan ini adalah kekayaan si wajib pajak itu sendiri.
Ini mirip dengan Pajak Bumi dan Bangunan, katanya.
Sebelumnya, Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran Anggawira mengatakan bahwa kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari orang kaya akan menjadi bagian dari strategi fiskal pemerintahan selanjutnya.
Hanya saja, Anggawira tidak memastikan kapan kebijakan tersebut akan diterapkan, apakah akan diterapkan pada tahun pertama kepemimpinannya atau pada tahun-tahun berikutnya. Yang pastinya, pihaknya akan melakukan penyesuaian terlebih dahulu.
Kendati begitu, Anggawira menyebut, salah satu fokus yang mungkin diambil oleh Prabowo adalah memperkuat sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien, termasuk membidik kelompok berpenghasilan tinggi yang selama ini potensi pajaknya belum tergali sepenuhnya.
Ia memandang, potensi pajak dari orang kaya di Indonesia memang menjadi salah satu isu penting dalam memperluas basis penerimaan negara.
Di berbagai negara, pajak dari kelompok berpenghasilan tinggi atau pemilik aset besar seringkali menjadi sumber pendapatan yang signifikan, katanya.
Terkait regulasinya, ada beberapa opsi yang kemungkinan akan dipertimbangkan.Â
Pertama, penguatan pengawasan dan kepatuhan pajak. Dalam hal ini, pemerintah bisa memperketat pengawasan terhadap kepatuhan pajak orang kaya dengan memanfaatkan teknologi dan kerjasama antar lembaga untuk memastikan bahwa mereka melaporkan dan membayar pajak sesuai ketentuan.
Kedua, penerapan pajak kekayaan atau wealth tax. Ia menyebut, ada kemungkinan juga untuk mempertimbangkan pajak kekayaan bagi individu dengan aset yang sangat besar, meskipun ini masih memerlukan kajian mendalam terkait dampak dan penerapannya.
Ketiga, reformasi pajak penghasilan (PPh). Dalam hal ini melakukan revisi tarif PPh untuk kelompok berpenghasilan tinggi, atau pemberlakuan pajak tambahan (surtax) bagi mereka yang memiliki penghasilan di atas batas tertentu.
Semua ini tentu memerlukan proses regulasi yang matang dan perencanaan yang cermat agar kebijakan ini tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga memastikan keadilan sosial dan ekonomi yang lebih baik, kata Anggawira.
Sementara, dalam laporan Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2024 yang diterbitkan Celios, potensi pajak kekayaan dari 50 orang super kaya di Indonesia mencapai Rp 81,6 triliun dalam setahun.
Sejak 2020, kekayaan tiga orang terkaya telah meningkat lebih dari tiga kali lipat, sementara pertumbuhan upah pekerja hanya sebesar 15%. Tak ayal, jumlah kekayaan 50 triliuner terkaya di Indonesia bisa membayarkan gaji seluruh pekerja penuh dalam angkatan kerja sepanjang tahun.