wmhg.org – Kementerian Kesehatan mengungkap adanya dugaan kasus pemalakan yang berkaitan dengan wafatnya dr. Aulia Risma Lestari yang menerima perundungan dalam proses PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip).
Sementara, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin serius dengan niat pihaknya untuk mengusut kasus tersebut. Dia meminta jika memang kasus pemalakan itu terbukti, Budi meminta agar pelakunya langsung dipidanakan.
Hal tersebut juga agar pelaku dapat menerima efek jera atas perbuatannya itu.
“Untuk itu saya kasih ke polisi saja biar langsung dipidanakan saja. Biar semuanya jelas, kemudian orang-orang juga tahu dan ada efek jeranya,” ujar Budi saat ditemui di RSUP Prof. Ngoerah, Denpasar, Selasa (2/8/2024).
Dia meminta ketegasan hukum bagi pelaku pemalakan agar kasus pemalakan dan perundungan dalam pendidikan kesehatan tidak dianggap hal yang biasa. Jika tidak ditindak tegas, dia menyebut jika perundungan dapat dilihat sebagai hal yang lazim.
“Karena kalau tidak diberikan seperti ini (dipidanakan), nanti akan terus menerus menganggap ini hal yang biasa. Karena memang biasa dilakukan dari dulu seperti itu,” imbuh Budi.
Menurutnya, jika sampai ada korban wafat artinya terdapat kesalahan dalam sistem tersebut. Seharusnya sistem tersebut diakui sebagai kesalahan yang harus diperbaiki. Tidak justru dipelihara dan berlangsung terus.
Menkes juga mengungkapkan jika perundungan pada PPDS kerap terjadi dan sudah berlangsung selama puluhan tahun.
“Ini yang saya inginkan tekankan, ini harus ditindak tegas. Apalagi sudah ada yang wafat,” ujarnya.
“Apa pun yang terjadi kalau sampai ada yang wafat, karena sistemnya salah kita harus mengakui itu salah dan segera memperbaiki. Bukan membiarkan ini terjadi sampai puluhan tahun,” pungkas Budi.
Kemenkes menemukan dugaan jika dr. Aulia yang juga dipalak oleh seniornya pada PPDS. Korban yang disebut sebagai bendahara angkatan dalam PPDS di Undip disebut menerima pungutan dari teman seangkatannya untuk diserahkan kepada senior. Pemalakan tersebut dijelaskan berkisar Rp20-40 juta per bulan.
Kontributor : Putu Yonata Udawananda