wmhg.org-JAKARTA. Hingga saat ini rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) masih terjegal oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Guru Besar Ilmu Hukum Politik dan Pajak Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Edi Slamet Irianto mengatakan bahwa pembentukan BPN tersebut mendapat penolakan dari Sri Mulyani, lantaran dianggap bahwa pembentukan badan baru tersebut belum dianggap mendesak pada saat ini.
Meskipun program ini pada akhirnya tidak disetujui oleh Bu Menteri (Sri Mulyani) dan jajarannya karena dianggap belum perlu membentuk badan penerimaan, ujar Edi yang juga merupakan TKN Prabowo-Gibran dalam acara Arah Kebijakan Perpajakan di Era Pemerintahan Kabinet Merah Putih, Selasa (12/11).
Edi bercerita, sebenarnya bukan hanya kali ini saja Sri Mulyani menolak pembentukan Badan Penerimaan Negara. Bahkan, satu pasal tentang pembentukan badan tersebut sudah pernah dimunculkan dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Namun, rencana tersebut gegal dieksekusi.
Bu Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan pada saat itu beliau lagi-lagi tidak setuju dengan adanya pembentukan badan, karena apa? Untuk menaikkan 15% (tax ratio) di 2019 tidak perlu mendirikan badan penerimaan pajak. Namun lagi-lagi sampai hari ini tax ratio kita bukannya menuju 15% setelah 10 tahun bahkan turun dari 2014 rasionya, kata Edi.
Meski begitu, dirinya menegaskan bahwa pembentukan Badan Penerimaan Negara perlu tetap dilakukan untuk mengoptimalkan pengelolaan dan efisiensi penerimaan negara,
Menurutnya, tugas Kementerian Keuangan yang sangat besar dan kompleks, ditambah dengan dinamika perpajakan yang terus berkembang, mengharuskan adanya badan khusus yang fokus pada penerimaan negara.
Ia menyebut, meskipun hal ini adalah amanat konstitusi, pembentukan Badan Penerimaan Negara akan memberikan fokus yang lebih tajam dan mandiri dalam mengelola sumber daya fiskal negara.
Bayangkan tugas Kementerian Keuangan itu sangat luar biasa, sementara penerimaan negara ini memerlukan perhatian ya secara khusus dan fokus, karena lingkungan perpajakan itu mengalami pertumbuhan dan dinamika yang sangat luas biasa, jelas Edi.
Edi juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kemandirian otoritas perpajakan Indonesia yang selama ini terhambat oleh prosedur birokrasi yang berlapis. Menurutnya, ketergantungan birokrasi ini membuat otoritas perpajakan Indonesia kesulitan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap dinamika ekonomi masyarakat yang terus berkembang.
Jadi memang otoritas perpajakan ini ya sangat sulit untuk bergerak cepat mengikuti irama atau dinamika daripada kegiatan ekonomi masyarakat, pungkasnya.