wmhg.org – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) telah resmi mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Tes Kemampuan Akademik (TKA) mulai November 2025. Menteri Dikdasmen Abdul Muti menyampaikan kalau tes itu tidak menjadi penentu kelulusan bagi murid kelas 6 SD, kelas 9 atau 3 SMP, dan kelas 12 atau 3 SMA.
Lantaran bukan menjadi penentu kelulusan, TKA tidak wajib diikuti oleh para murid. Akan tetapi, bagi murid kelas 12, nilai TKA bisa memperbesar peluang mereka dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN), terutama untuk jalur prestasi.
Jadi ini sifatnya tidak wajib. Mereka boleh ikut, boleh tidak ikut. Kemudian tidak mirip penentu kelulusan. Tetapi bisa memengaruhi, misalnya mereka masuk Perguruan Tinggi, maka nilainya itu akan memengaruhi untuk mereka masuk Perguruan Tinggi, kata Muti, ditemui di Kantor Dikdasmen, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Dikdasmen rencananya akan melaksanakan TKA pertama kali untuk murid kelas 12 pada November 2025 mendatang. Muti menyampaikan kalau TKA untuk kelas 12 langsung diselenggarakan secara pusat oleh kementerian.
Adapun mata pelajaran yang akan masuk ke dalam ujian ialah Matematika, Bahasa Indonesia, dan mata pelajaran peminatan.
Peminatan itu mereka bisa ngambil satu, bisa mengambil dua, terserah masing-masing murid. Peminatan ini diperlukan untuk mereka yang mau melanjutkan ke Perguruan Tinggi, jelas Muti.
Sementara itu, untuk TKA jenjang SMP pelaksananya dilakukan oleh pemerintah provinsi. Ujian yang dilaksanakan hanya untuk pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia. Muti menyampaikan kalau hasil TKA itu yang akan menjadi dasar untuk siswa masuk jalur prestasi ke jenjang SMA.
Demikian juga TKA SD yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Nilai TKA SD itu bisa menjadi salah satu pertimbangan untuk masuk jalur prestasi di tingkat SMP. Sehingga dengan kebijakan tersebut, seleksi masuk sekolah jalur prestasi tidak lagi akan menggunakan nilai rapor, melainkan dari hasil nilai TKA.
Karena, mohon maaf ya, banyak masyarakat yang mempersoalkan validitas dari nilai rapor. Karena banyak yang guru-guru itu, karena baik hati jadi sedekah nilai kepada muridnya. Harusnya nilainya 6, dikasih 8. Sehingga ukuran-ukuran nilai yang seperti itu kemudian kami coba minimalkan dengan tes kemampuan akademik, pungkas Muti.