wmhg.org – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan negara telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia atau HAM terhadap seniman Yos Suprapto. Pelanggaran HAM itu berupa pemberedelan terhadap lima karya lukisan Yos yang seharusnya dipamerkan dalam tema Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan di Galeri Nasional, Jakarta pada 20 Desember-19 Januari 2025.
Lima lukisan Yos yang beredel yakni berjudul Konoha I, Konona II, Niscaya, Makan Malam, dan 2019. Kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo menyebut lima karya Yos itu bernuansa vulgar hingga berisi makian sehingga dianggap tidak sesuai dengan tema pameran.
Alasan itu yang melatarbelakangi penundaan pameran tunggal Yos. Saat akan berlangsung, ruang pameran Yos digembok oleh pihak Galeri Nasional. Atas hal itu, LBH Jakarta menilai negara telah melakukan pelanggaran HAM terhadap Yos.
Telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dengan Yos Suprapto sebagai korbannya. Negara telah berperan aktif dalam melakukan pelanggaran hak asasi manusia, kata pengacara publik LBH Alif Fauzi Nurwidiastomo dalam konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta Sabtu (21/12/2024).
Alif mengatakan, Direktur Galeri Nasional merupakan pejabat dari badan publik, dalam hal ini Museum dan Cagar Budaya yang berada di bawah Kementerian Kebudayaan. Menurutnya permasalahan pembredelan pameran Yos Suprapto telah melibatkan struktur pemerintahan hingga tingkat kementerian, dalam hal ini Kementerian Kebudayaan.
Lanjutnya, dalam komunikasi yang dilakukan Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha kepada pihak penyelenggara, menunjukkan resistensi terhadap berjalannya pameran.
Dan menganggap salah satu karya dalam lukisan adalah bentuk tindakan asusila yang ditafsirkan sebagai sosok Joko Widodo, sehingga mewajarkan pameran tunggal tersebut tidak jadi diadakan, ujar Alif.
Alif menyatakan pelanggaran HAM telah terjadi karena negara sebagai pemegang kuasa memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak asasi warga negara termasuk dalam kebebasan bereskpresi. Tanggung jawab itu seperti yang tertuang dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara.
Sehingga sudah sepatutnya pemerintah melaksanakan kewajibannya secara positif (positive rights) untuk menjamin pelaksanaan pameran tunggal Yos Suprapto sebagai bentuk pemenuhan dan perlindungan terhadap ekspresi seni sebagai hak asasi manusia, tegas Alif.
Upaya pemberedelan juga bertentangan dengan prinsip demokrasi. Sebab, kritik melalui sarana apapun, termasuk seni adalah sah keberadaannya. Apa lagi, kata Alif, karya seni Yos Suprapto merupakan bentuk kritik yang berdasarkan pada penelitian ilmiah diperoleh dari kondisi faktual pada kultur pertanian di beberapa wilayah Indonesia.
Sehingga, pelarangan terhadap penyampaian dari hasil riset ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip kebebasan akademik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip demokrasi, tuturnya.
Oleh karena itu, LBH Jakarta menyampaikan tuntutan:
1. Mendesak Presiden, Menteri Kebudayaan, Kepala Museum dan Cagar Budaya, dan Direktur Galeri Nasional Indonesia untuk bertindak demokratis dan segera membuka pameran seni tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia.
2. Mendesak Komisi Nasional HAM untuk melakukan tindakan aktif atas adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia melalui fungsi pemantauan dan penyelidikan dalam kasus pembredelan pameran tunggal Yos Suprapto atas surat permintaan klarifikasi yang telah disampaikan di tanggal 20 Desember 2024.