wmhg.org – JAKARTA. Pemerintah resmi memperpanjang kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga akhir 2025.
Meski dinilai positif untuk mendorong konsumsi, Ekonom Bank BCA David Sumual menegaskan bahwa kebijakan ini membutuhkan reformasi struktural dan roadmap yang jelas guna menciptakan kepastian usaha serta mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.
“PPN DTP ini seharusnya tidak hanya menyasar masyarakat berpendapatan rendah, tetapi juga pelaku usaha. Dengan begitu, kebijakan ini bisa lebih komprehensif dan saling terhubung,” ujar David kepada Kontan.co.id, Senin (16/12/2024).
Kebijakan PPN DTP memberikan insentif pajak sebesar 1% untuk tiga barang pokok, yaitu minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri, sehingga tarif PPN tetap 11%.
Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan pangan berupa beras 10 kilogram per bulan selama dua bulan kepada 16 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Namun, David menilai insentif ini perlu diperluas agar dapat mencakup masyarakat kelas menengah dan atas, yang cenderung lebih tertarik membeli barang impor karena pajaknya lebih murah.
Ia menekankan bahwa kebijakan pajak yang menarik untuk kalangan atas dapat meningkatkan daya saing produk lokal dan mendorong investasi.
“Pemerintah harus memberikan kebijakan yang adil bagi semua kalangan. Pelaku usaha, misalnya, membutuhkan insentif lebih karena kenaikan UMP 6,5% dan stagnasi usaha saat ini sangat membebani mereka,” tambahnya.
David juga menyoroti pentingnya pemberantasan penyelundupan, pengaturan produk impor, serta peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam penerapan insentif agar dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi lebih efektif.
Ia berharap insentif pajak dan diskon listrik 50% dapat diperpanjang agar memberikan manfaat yang lebih signifikan bagi masyarakat dan dunia usaha.