wmhg.org – Pemerintahan baru Republik Indonesia dimulai sejak 20 Oktober 2024, menggantikan kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) yang berlangsung selama 10 tahun. Kini, Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029.
Dalam program kerja mereka, Asta Cita, terdapat poin kedelapan yang berfokus pada harmonisasi kehidupan dengan alam dan budaya serta peningkatan toleransi antar umat beragama untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII), Arfianto Purbolaksono, berharap program ini bisa mengatasi masalah intoleransi beragama yang belum tuntas.
Kami berharap program ini bisa menjawab persoalan intoleransi yang selama ini belum terselesaikan, ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima wmhg.org.
Menurut Arfianto, masalah intoleransi masih mengancam kebebasan beragama di Indonesia.
Persoalan intoleransi masih menjadi ancaman kebebasan beragama dan beribadah yang terus berkelindan di negeri ini, jelasnya.
Salah satu penyebabnya, lanjut Arfianto, adalah regulasi yang mengandung muatan intoleransi, seperti Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadat (PBM 2006).
Selain itu, ia menyoroti rencana menaikkan status PBM 2006 menjadi peraturan presiden dalam Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama.
Oleh karena itu, kami berharap kepada Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk meninjau kembali rencana tersebut, katanya.
Arfianto juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap peraturan ini dengan melibatkan masyarakat sipil.
Perlu evaluasi menyeluruh dengan mengikutsertakan partisipasi pihak-pihak yang terdampak dan kelompok masyarakat sipil lainnya, katanya.
Ia juga berharap agar pemerintahan Prabowo-Gibran lebih tegas dalam menindak kelompok-kelompok intoleran yang kerap melakukan persekusi.
Pembiaran terhadap kelompok intoleran menjadi wujud lemahnya penegakan hukum dalam melawan intoleransi di negeri ini, ujarnya.
Ia menambahkan, kebebasan beragama dan toleransi tidak boleh hanya menjadi sekadar retorika.
Kebebasan beragama dan berkeyakinan harus dijamin dan ditegakkan, bukan sekadar retorika maupun seremonial belaka, katanya.
Arfianto berharap pemerintahan baru bersama aparat penegak hukum bisa memberikan perlindungan nyata kepada semua agama dan keyakinan, sesuai dengan amanat konstitusi.
Selain itu, kesadaran individu akan toleransi, keberagaman, dan perdamaian juga harus ditingkatkan, jelasnya.