wmhg.org – JAKARTA. Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah kembali menjadi sorotan. Pemerintah berencana mengembalikan dana sebesar Rp 58 triliun kepada 17 kementerian dan lembaga (K/L), meskipun sebelumnya telah melakukan pemangkasan anggaran.
Pengembalian dana tersebut berasal dari efisiensi anggaran K/L dan dana transfer ke daerah (TKD) yang mencapai Rp 308 triliun. Rencana ini terungkap dalam pidato Presiden Prabowo Subianto pada acara Puncak Perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra pada pertengahan Februari lalu.
Dalam pidatonya, disebutkan bahwa efisiensi anggaran K/L ini merupakan putaran kedua, dengan jumlah yang lebih besar dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang mencapai Rp 306,70 triliun.
Dengan adanya pengembalian dana Rp 58 triliun, hasil efisiensi yang tetap berada di kas negara adalah Rp 250 triliun.
Namun, hingga kini pemerintah belum merinci kementerian dan lembaga mana saja yang akan menerima pengembalian dana tersebut.
“Belum ada informasi, karena masih dalam penelaahan,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, Minggu (23/2).
Sebelumnya, diketahui ada 17 K/L yang tidak terkena kebijakan efisiensi, termasuk Kepolisian RI (Polri), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai bahwa pengembalian anggaran hanya kepada sejumlah K/L berpotensi menimbulkan ketimpangan, terutama bagi K/L yang telah melakukan efisiensi.
Ia juga menyoroti risiko bahwa K/L yang tidak terlibat dalam efisiensi sebelumnya justru memperoleh tambahan anggaran.
Yusuf menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses redistribusi anggaran. Tanpa mekanisme evaluasi kinerja yang jelas, ia khawatir pengembalian dana tidak akan tepat sasaran.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai bahwa pengembalian dana dari hasil efisiensi menunjukkan perencanaan anggaran yang kurang matang.
Ia menyebut bahwa beberapa pos anggaran yang diblokir justru menyangkut program prioritas.
Bhima juga mengkritisi kemungkinan bahwa pengembalian dana hanya menyasar 17 K/L yang sebelumnya lolos dari efisiensi, yang dapat menunjukkan ketidakkonsistenan dalam kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.