wmhg.org – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2024 mencapai Rp 9.078,6 triliun atau tumbuh 67% secara tahunan atau year on year (yoy).
Hanya saja, pertumbuhan jumlah uang beredar ini melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 7,2% yoy.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, melambatnya uang beredar M2 tersebut menunjukkan beberapa hal yang perlu diwaspadai terkait likuiditas perekonomian ke depan.
“Prlambatan pertumbuhan uang beredar dapat mencerminkan aktivitas ekonomi yang melambat, yang berpotensi menurunkan konsumsi dan investasi,” tutur Josua kepada Kontan, Jumat (22/11).
Menurut Josua, jika perlambatan ini terus berlanjut, maka dapat mengurangi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), terutama jika sektor riil tidak dapat menyerap likuiditas yang tersedia.
Josua juga melihat adanya potensi ketidaksesuaian antara penurunan pertumbuhan likuiditas dengan kebutuhan kredit sektor riil, yang dapat mempengaruhi efisiensi intermediasi perbankan.
“Jika DPK (dana pihak ketiga) tumbuh lebih lambat dibandingkan kredit, risiko tekanan likuiditas pada perbankan dapat meningkat,” ujarnya.
Josua juga menilai perlambatan pertumbuhan likuiditas dapat mempengaruhi tekanan inflasi, terutama jika pertumbuhan ekonomi melemah. Bahkan, penurunan pertumbuhan likuiditas dinilai bisa mempengaruhi kinerja pasar modal, terutama jika investor mengurangi eksposur mereka pada aset berisiko akibat prospek pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Sementara itu, dampak dari perlambatan pertumbuhan uang beredar tersebut pada sektor riil bisa mengindikasikan bahwa perlambatan permintaan kredit dapat mengurangi ekspansi usaha, terutama pada sektor UMKM yang sangat bergantung pada pembiayaan.
Lebih lanjut, Josua mengungkapkan, adanya perlambatan DPK dibandingkan kredit dapat meningkatkan loan-to-deposit ratio (LDR), yang pada akhirnya dapat mempengaruhi likuiditas perbankan.
“Untuk mitigasi risiko penurunan uang beredar, penting bagi Bank Indonesia dan pemerintah memantau secara cermat dinamika pertumbuhan uang beredar, memastikan kecukupan likuiditas di pasar, dan mendorong sektor riil untuk memanfaatkan dana yang tersedia secara optimal,” kata Josua.