wmhg.org – JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto melangsungkan pertemuan bilateral pertama dengan Perdana Menteri China, Li Qiang, pada Sabtu (9/11) di Great Hall of the People, Beijing.
Pertemuan ini diperkirakan akan memperkuat kerja sama ekonomi antara Indonesia dan China dalam lima hingga 10 tahun ke depan, khususnya di bidang investasi sumber daya alam (SDA).
Menurut Wijayanto Samirin, ekonom dari Universitas Paramadina, kunjungan Presiden Prabowo ke China, bersamaan dengan rencana Indonesia untuk bergabung dengan kelompok ekonomi BRICS, menunjukkan arah kerja sama ekonomi kedua negara yang semakin erat.
“Sektor SDA akan tetap menjadi andalan investasi China di Indonesia, karena mereka ingin mengamankan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Wijayanto kepada Kontan.co.id, Minggu (10/11).
Selain sektor SDA, Wijayanto menyebut bahwa peluang investasi masih terbuka lebar di sektor lain seperti agroindustri, kendaraan listrik (EV), elektronik, transportasi dan logistik, serta energi baru terbarukan (EBT), tergantung pada kelihaian Indonesia dalam bernegosiasi.
Ia juga menyoroti peningkatan investasi China di Indonesia selama satu dekade terakhir, menjadikan China sebagai investor terbesar ketiga di Indonesia setelah Singapura dan Jepang.
“Hanya saja, sektor-sektor investasinya masih belum terdiversifikasi dengan baik. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” ungkapnya.
Wijayanto juga menambahkan bahwa investasi dari China cenderung padat modal, sehingga perlu dorongan agar lebih banyak investasi di sektor manufaktur yang dapat menciptakan lapangan kerja besar.
Selain itu, Indonesia harus siap menampung relokasi bisnis manufaktur dari China selama sesuai dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
Presiden Prabowo saat ini sedang menjalani perjalanan dinas luar negeri selama 16 hari.
Dalam pertemuan dengan PM Li Qiang, Prabowo menyoroti berbagai kontrak bisnis antara perusahaan-perusahaan China dan Indonesia yang akan segera ditandatangani, dengan nilai investasi mencapai lebih dari US$ 10 miliar atau sekitar Rp 156,6 triliun (asumsi kurs Rp 15.654).