wmhg.org – Aksi polisi tembak polisi di Solok, Sumatra Barat, menambah catatan kelam bagi institusi polri. Kali ini melibatkan dua pejabat di Polres Solok Selatan, Sumatera Barat.
Adapun pelaku penembakan merupakan Kabag Ops AKP Dadang Iskandar. Sementara korbannya Kasat Reskrim AKP Ulil Ryanto Anshari.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan penembakan polisi tembak polisi ini tidak bisa dilihat hanya persoalan normatif.
Peraturan soal penggunaan senjata api organik untuk anggota kepolisian sudah lengkap diatur dalam Perpol 1 tahun 2022.
“Peraturannya jelas, siapa saja anggota Polri yang diperkenankan menyimpan dan menggunakan senpi dengan prasyarat tertentu. Mulai kepangkatan, masa dinas maupun syarat kesehatan baik mental maupun jasmani,” kata Bambang, dalam keterangannya, Jumat (22/11/2024).
Bambang menyebut aksi serupa bukan kali pertama terjadi. Aksi polisi tembak polisi juga pernah melibatkan seorang Jenderal bintang dua, Ferdy Sambo.
Bambang mengatakan, Polri harus bisa memastikan soal mentalitas dan prilaku anggotanya sehingga hal serupa tidak kembali terulang.
“Terkait dengan perilaku dan mentalitas individu personel tersebut yang lemah secara mental, sehingga melakukan penembakan kepada sesama anggota,” ujarnya.
“Perilaku tersebut terjadi indikasinya karena pragmatisme dan materialisme yang melingkupi jajaran kepolisian dari elit yang memberi ketauladanan, diikuti bawahan yang mencontoh dan terpaksa mengikuti gaya hidup atasan,” tambahnya.
Bambang menilai gaya hidup yang mengedepankan materialistik mencerminkan gaya hidup yang hedonis dan sikap pragmatis saat pengambilan keputusan.
“Semua keputusan hanya berdasar ukuran-ukuran materi. Implementasi di lapangan adalah menerobos aturan untuk mengumpulkan kekayaan, salah satunya menjadi beking usaha ilegal. Mulai dari tambang, logging, fishing maupun judi online,” kata Bambang.
Hal itu, lanjut Bambang menjadi paradoks bagi jargon Presisi yang digaungkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Ketidak tegasan Kapolri dalam menegakan peraturan internal maupun perundangan dan tebang pilih penegakan hukum mengakibatkan korban-korban di jajarannya sendiri,” pungkasnya.
Sebelumnya Kapolda Sumbar Irjen Suharyono membenarkan AKP Ulil Ryanto tewas usai ditembak oleh rekan polisi, AKP Dadang. Namun, Suharyono belum mau membeberkan motif di balik kasus polisi tembak polisi itu.
Pendalaman masih kami lakukan. Peristiwa ini benar terjadi, ada korban. Yang dilakukan oknum ini melakukan penembakan dari jarak dekat terhadap korban. Dan akhirnya korban meninggal dunia, kata Suharyano, Jumat (22/11/2024).
Dugaan Terkait Kasus Tambang
Dugaan sementara, jika motif AKP Dadang menembak mati AKP Ulil karena tidak senang atas penangkapan terhadap pelaku kasus tambang ilegal.
Informasi yang dihimpun, kejadian berawal ketika Ulil beserta anggota Sat Reskrim melakukan penangkapan terhadap pelaku tambang galian C di Kabupaten Solok Selatan.
Saat menuju Polres, Ulil mendapat telepon dari AKP Dadang terkait adanya penangkapan terhadap pelaku tambang galian C yang telah diamankan. Pelaku tambang galian C diamankan di Ruang Reskrim Polres Solok Selatan untuk dilakukan pemeriksaan.
Dadang mendatangi Sat Reskrim dan menemui Ulil di parkiran dekat ruang Identifikasi Satreskrim Mapolres Solok Selatan.
Saat Ulil kembali ke mobil untuk mengambil handphone yang tertinggal terdengar bunyi tembakan dari luar. Saat diperiksa keluar, Ulil sudah terkena tembakan.
Personel melihat mobil yang dikendarai Dadang meninggalkan TKP menggunakan mobil dinas Isuzu Dmax dengan nomor Plat 3-46 G. Ulil terkena dua tembakan di bagian kepala.
AKP Dadang melakukan tembakan diduga menggunakan senjata api pendek jenis pistol HS: 260139. Akibat kejadian tersebut, Ulil langsung dibawa ke puskesmas Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan.
Dari keterangan Dokter Puskesmas, Ulil tewas seteleh terkena tembakan di bagian pelipis kanan yang tembus ke belakang kepala korban.