wmhg.org – Penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya, masih banyak pelajar yang belum mengetahui apa itu alat kontrasepsi.
Salah satunya Fahmi (15), yang mengaku belum mengetahui alat kontrasepsi. Ia mengaku melihat bentuknya pun belum pernah sama sekali.
“Alat kontrasepsi itu apa? Enggak tau,” katanya, saat ditemui wmhg.org di kawasan Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu (7/8/2024).
Fahmi yang masih duduk di kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini juga mengatakan belum terpikir untuk pacaran, karena fokusnya adalah menuntut ilmu.
“Menurut saya, sayang saja kalau masih remaja tapi sudah kejebak seks bebas,” ucapnya.
Sementara itu Jimmi mengaku setuju dengan penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar yang sudah menikah muda. Hal itu bertujuan untuk menunda kehamilan.
Namun jika penyediaan alat kontrasepsi untuk para pelajar yang belum menikah, dirinya menolak keras. Lantaran sama saja mendukung seks bebas.
“Kalau belum menikah tapi dikasih alat kontrasepsi kan sama saja dibolehkan untuk seks bebas,” ucapnya.
PP Nomor 28 Tahun 2004
Sebelumnya pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
PP itu antara lain mengatur mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Pasal 103 ayat (1) PP itu menyebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Kemudian, ayat (4) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja, paling sedikit terdiri atas deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Kata Menkes
Sebelumnya Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, membantah dirinya membuat aturan penyediaan kontrasepsi untuk pelajar. Ia mengatakan regulasi itu menargetkan para remaja yang sudah menikah pada usia dini.
Budi mengatakan, pernikahan usia dini kerap membawa dampak buruk. Misalnya, bayi yang dilahirkan berpotensi mengalami gizi buruk alias stunting dan potensi kematian ibu yang tinggi saat melahirkan.
Kalau kita lihat pada usia ibu-ibu hamil dibawah 20 tahun udah menikah hamil itu kemungkinan bayinya tidak sehat stunting itu tinggi, ujar Budi di Puskesmas Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (6/8/2024).
Kematian ibu pun tinggi kematian bayi pun tinggi. Tetapi, ini (pernikahan usia dini) kan masalah budaya di Indonesia kan, lanjutnya.