wmhg.org-JAKARTA. Saat ini ribuan alat berat dikabarkan sudah bergerak di Merauke untuk mengeksekusi program strategis nasional (PSN) perkebunan tebu untuk bioetanol. Hal ini memunculkan kekhawatiran di berbagai kalangan.
Penutur Pangan Lokal Papua Selatan & Program Manager Yayasan Dahetok Milah Lestari Papua Selatan, Stephanie Cindy mengungkapkan, Papua termasuk Merauke merupakan daerah yang terancam secara lingkungan dan hutan adat karena program strategis nasional (PSN).
PSN ini menyasar 2 juta hektare yang akan dibuka untuk perkebunan tebu bioethanol dan swasembada pangan dalam hal ini cetak sawah.
“Saat ini sudah ada ribuan alat berat yang sudah ada di Merauke, sekarang sudah mulai bergerak,” ujarnya dalam Forum Di Balik Dapur Makan Siang Bergizi: Dari Ladang ke Piring yang diselenggarakan di JCC Senayan, Sabtu (28/9/2024).
Eksekusi PSN ini secara langsung mengancam hutan yang dipercaya masyarakat Papua sebagai ibu yang menyediakan segala sesuatu untuk penghidupan mereka. Jika ingin makan sagu atau menangkap ikan, masyarakat sana tinggal mencarinya di hutan.
“Keterhubungan mereka dengan hutan yang adalah bagian integral dari kehidupan mereka, tetapi juga pemenuhan kebutuhan pangan dan identitas lokal masyarakat tersebut,” kata Stephanie.
Dia mencontohkan, di tengah 2 juta hektare yang ingin dibabat itu, ada tempat-tempat sakral yang secara kepercayaan adat menghubungan masyarakat Papua dengan leluhur. Bahkan flora dan fauna di Merauke juga ikut terancam.
Pembukaan lahan untuk mencetak sawah ini dianggap ironis karena tidak sesuai dengan komoditas pangan lokal yang dapat diproduksi secara mandiri di Papua.
“Kalau di Papua pangan lokal unggulannya paling banyak sagu, sekitar 5 juta hektare sagu itu ada di Papua dan itu merupakan makanan utama orang Papua. Selain sagu ada pisang, umbi-umbian, dan itu semua tersedia di hutan Papua,” tandasnya.