wmhg.org – JAKARTA. Pemerintah akan menggelontorkan pupuk subsidi sebanyak 9,55 juta ton secara langsung kepada petani. Pemerintah memastikan pupuk subsidi tak akan disalurkan melalui skema bantuan langsung tunai (BLT).
Pemberian pupuk subsidi secara langsung itu merupakan usulan dari Kementerian Pertanian (Kementan). Alasannya, nilai bantuan dalam bentuk uang dapat naik dan turun. Sementara volume akan diterima petani secara tetap.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, aturan mengenai pemberian pupuk subsidi ini akan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pangan yang kini tengah dipersiapkan pemerintah. Selain bentuk subsidi, pemerintah telah sepakat akan memangkas alur pemberian pupuk subsidi kepada petani, katanya dalam Rakor Pangan, Kamis (21/11/2024).
Saat ini, setidaknya ada 147 regulasi untuk penyaluran pupuk bersubsidi. Banyaknya regulasi tersebut, dinilai mempersulit petani untuk mendapatkan pupuk secara tepat waktu. Penyaluran pupuk sebelumnya memerlukan surat keputusan dari bupati, gubernur, hingga Menteri Perdagangan.
Dengan adanya perpres baru tersebut, penyaluran pupuk subsidi cukup memerlukan surat keputusan dari Menteri Pertanian. Skemanya, Menteri Pertanian menugaskan PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk memberikan pupuk subsidi kepada penyalur, kios, atau gabungan kelompok tani (gapoktan).
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menilai, pemangkasan dalam distribusi pupuk subsidi tentu ada dampaknya, penyaluran pupuk akan lebih cepat ke petani. Tapi, bukan lantas menjadi jaminan masalah pupuk yang terjadi selama ini bisa selesai, seperti kebocoran atau penyimpangan, masalah data yang tidak valid.
Selama ini masalah utama dalam pupuk itu adalah disparitas harga antara subsidi dan non subsidi. Akibatnya, terjadi permainan untuk mendapatkan keuntungan, katanya kepada KONTAN, Jumat (22/11/2024).Â
Dwi bilang, problem pupuk subdisi lainnya adalah ketergantungan bahan baku pupuk yang harus diimpor, ketersediaan anggaran subdisi dan ketepatan waktu penyaluran anggarannya. Tentunya, setiap perubahan kebijakan subdisi berdampak pada produksi dan distribusi.
Anggaran tersedia, tapi bahan baku impor tidak ada. Atau bahan bakunya ada, tapi anggarannya telat turun, hal ini yang membuat penyaluran pupuk subsidi tidak tepat waktu sesuai kebutuhan petani, terangnya.
Dwi juga kurang setuju dengan sistem penyaluran pupuk subsidi secara tidak langsung atau volume kuota. Sebab, dengan skema ini tetap saja di pasaran terjadi disparitas harga antara pupuk subdidi dan nonsubdisi.
Ketua Koperasi Kongbeng Bersatu, Agus Taman menyambut baik adanya perubahan dalam distribusi pupuk subdisi, yang langsung ke kelompok tani.
Kami petani sawit rakyat mandiri sering kesulitan mendapat pasokan pupuk subsidi sesuai kebutuhan. Dapat jatah pupuknya sedikit, sedangkan lahan yang kami garap luas. Kalau nanti langsung ke kelompok tani, kan bisa didata berapa masing-masing kebutuhan petani sesuai luas lahan garapan, terangnya.