wmhg.org – JAKARTA. Pemberian tunjangan perumahan kepada 580 anggota DPR baru yang disebut mencapai Rp 50 juta per bulan per orang. Wacana mengganti fasilitas rumah dinas anggota DPR dengan uang kompensasi atau tunjangan sebetulnya sudah bergulir sejak 2018 silam.Â
Dalihnya, biaya perawatan rumah dinas semakin tinggi ditambah banyak rumah tidak layak huni. Kompleks perumahan DPR di Kalibata, Jakarta Selatan, berjumlah lebih dari 500 unit
Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indra Iskandar mengatakan, alasan tidak lagi menyediakan rumah dinas lantaran kondisi rumah dinas yang tersedia bagi anggota parlemen saat ini sudah rusak parah dan butuh perawatan yang tidak murah.
Lebih dari 50% rumah jabatan itu rusak di bagian atap sehingga kerap bocor ketika hujan, katanya, akhir pekan lalu.
Tubagus Haryo Karbyanto, Analis Kebijakan Publik FAKTA Indonesia mengatakan, keputusan mengganti fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR RI dengan tunjangan perumahan bulanan bagi anggota DPR RI periode 2024-2029 menimbulkan sejumlah pertanyaan kritis.Â
Kompleks RJA di Kalibata dan Ulujami akan dikembalikan kepada negara melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Sekretariat Negara. Namun, kebijakan penggantian RJA ini memerlukan pengawasan ketat agar tidak menimbulkan pemborosan anggaran.
Menurut Tubagu, pemberian tunjangan perumahan bulanan dapat berisiko lebih mahal dibandingkan dengan memelihara RJA. Ketidakpastian terkait besaran tunjangan yang akan diterima anggota DPR menimbulkan kekhawatiran bahwa kebijakan ini justru akan membebani anggaran negara lebih besar.Â
Mengingat sebagian besar anggota DPR sudah memiliki kondisi ekonomi yang mapan, perlu dipertimbangkan apakah tunjangan tersebut memang mendesak atau sekadar menghabiskan anggaran tanpa urgensi, katanya kepada KONTAN, Senin (7/10/2024).
Tubagus menekankan pentingnya transparansi dalam menetapkan besaran tunjangan. Keterbukaan mengenai alokasi anggaran dan mekanisme evaluasi tunjangan sangat diperlukan. Jika tidak diatur dengan baik, tunjangan ini berpotensi terus meningkat tanpa pengendalian yang tepat, membebani anggaran negara untuk jangka panjang, tandasnya.
Di sisi lain, kompleks RJA yang dikembalikan kepada negara harus dimanfaatkan untuk kepentingan publik atau dikelola sebagai aset produktif. Tubagus bilang, hal ini yang harus dipastikan agar pengembalian aset tersebut tidak menjadi pengalihan semata tanpa ada manfaat optimal bagi negara.
Atas dasar itu, FAKTA Indonesia mengajak masyarakat dan media untuk mengawasi implementasi kebijakan ini. Besaran tunjangan perumahan harus wajar dan sesuai dengan kebutuhan.Â
Dengan kondisi anggaran negara yang masih perlu perhatian pasca pandemi, DPR harus memastikan kebijakan ini efisien dan bertanggung jawab. Kebijakan ini perlu transparansi penuh agar tidak menjadi pemborosan anggaran, tegas Tubagus