wmhg.org – Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie, dijuluki Profesor Fufufafa oleh mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu. Julukan tersebut muncul setelah pernyataan Jimly meminta publik untuk melupakan kontroversi akun Kaskus Fufufafa.
“Selamat datang Profesor Fufufafa,” ujar Said Didu melalui unggahan di media sosial X pada Selasa (24/9/2024).
Julukan tersebut dilontarkan Didu sebagai respons atas pernyataan Jimly yang meminta agar isu terkait akun Fufufafa diabaikan. Menurut Jimly, sekalipun benar Gibran Rakabuming berada di balik akun tersebut, kejadian tersebut terjadi pada Pilpres 2014 yang sudah lama berlalu.
“Misalpun orangnya memang benar, kejadiannya waktu Pilpres 10 tahun lalu,” kata Jimly.
Menurut Jimly, masalah ini tidak perlu dibesar-besarkan lagi, terutama jika hanya untuk memecah belah antara presiden terpilih dan wakilnya.
Sudahlah, lupakan saja, lanjutnya.
Jimly juga menjelaskan bahwa kemunculan akun Fufufafa adalah cerminan rendahnya kualitas demokrasi di Indonesia saat itu. Dia menyebut bahwa melalui akun tersebut, banyak terjadi kampanye hitam yang menyerang secara personal dan penuh dengan ujaran rasis.
“Itu mencerminkan tingkat peradaban demokrasi kita yang masih rendah, didominasi oleh kampanye negatif dan serangan pribadi,” ungkap Jimly.
Akun Fufufafa mulai menjadi sorotan setelah unggahannya yang mengkritik presiden terpilih Prabowo Subianto viral dan memicu berbagai reaksi dari publik.
Lantas, siapakah Jimly Asshiddiqie?
Jimly Asshiddiqie, lahir di Palembang pada 17 April 1956, kini berusia 67 tahun, telah mencatatkan namanya sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam hukum tata negara di Indonesia. Dengan karier yang mengesankan di berbagai posisi penting, Jimly menjadi sosok inspiratif bagi banyak kalangan.
Menempuh pendidikan di bidang hukum, Jimly meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1982.
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya hingga meraih gelar Magister dan Doktor dari universitas yang sama, serta memperdalam ilmunya di Universitas Leiden dan Van Vollenhoven Institute di Belanda. Sejak tahun 1981, Jimly aktif mengajar di Fakultas Hukum UI dan pada tahun 1998, ia diangkat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara.
Puncak karier Jimly terjadi ketika ia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama pada periode 2003-2008. Di bawah kepemimpinannya, MK berhasil mendapatkan fondasi yang kuat sebagai lembaga vital dalam penegakan konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Tak hanya itu, Jimly juga memimpin Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Dewan Penasihat Komnas HAM, menegaskan pengaruhnya dalam tatanan hukum negara.
Di dunia pemerintahan, Jimly memiliki rekam jejak yang mengesankan, mulai dari Asisten Wakil Presiden hingga anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Aktivitasnya tidak hanya terbatas pada pemerintahan, ia juga terlibat dalam organisasi pendidikan dan pelajar, serta menangani berbagai kasus penting. Pada tahun 2023, ia dilantik sebagai Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk menangani laporan pelanggaran etik hakim terkait batasan usia calon presiden dan wakil presiden.
Sebagai pengakuan atas dedikasi dan pengabdiannya kepada bangsa, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. dianugerahi sejumlah bintang kehormatan, termasuk Bintang Mahaputera Utama (1999), Bintang Mahaputera Adipradana (2009), dan Bintang Penegak Demokrasi Utama (2018), serta berbagai penghargaan dari organisasi masyarakat dan komunitas ilmiah.