wmhg.org – Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut bahwa pemimpin terbaik dan ideal Bangsa Indonesia seperti Soekarno. Ia menilai, Soekarno sebagai sosok pemikir, bukan seperti Presiden Joko Widodo yang melihat kapitalisme hanya seperti sebuah bangunan.
Pernyataan itu dikatakan Hasto, saat menjadi pembicara dalam Refleksi Kemerdekaan melalui bedah buku ‘Merahnya Ajaran Bung Karno; Narasi Pembebasan Ala Indonesia’ karya Airlangga Pribadi di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Banten, Jumat (16/8/2024).
Mulanya, Hasto mengatakan bahwa buku tersebut tak hanya mengupas aspek-aspek sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dari pemikiran Bung Karno, namun di dalamnya penuh dengan narasi falsafah pembebasan.
Karena seluruh konstruksi dari pemikiran Soekarno itu lahir dari kepemimpinan intelektual dengan banyak melakukan dialektika untuk melihat bagaimana sejarah peradaban Indonesia dan sejarah dunia,” kata Hasto, Jumat (16/8/2024).
Ketika bertemu dengan seorang petani bernama Marhaen, Bung Karno mengkonstruksikan teorinya di dalam perjuangan Indonesia Merdeka.
Soekarno, lanjut Hasto, berhasil memotret langsung kehidupan petani miskin akibat suatu tata pergaulan hidup yang menghisap dari penjajahan pemerintahan Kolonial Belanda.
Sehingga kapitalisme digambarkan oleh Soekarno bukan seperti bangunan, sebagaimana digambarkan oleh Pak Jokowi saat ini, katanya.
Kapitalisme bagi Bung Karno adalah sebagai suatu ide, suatu gagasan yang menghisap yang diterjemahkan dalam suatu struktur politik, ekonomi, sistem sosial, yang menghisap, ujarnya.
Hasto juga menegaskan bahwa pemimpin yang mampu berpikir secara intelek itu sangat penting.
Ia mengulas pemikiran modern dari filsuf politik Hannah Arendt yang mengatakan bahwa kekuasaan itu terbentuk bukan dalam diri si aktor, tapi terbentuk oleh suatu ide, gagasan-gagasan kolektif yang membentuknya.
Sehingga, lanjut Hasto, ketika aktor ini melepaskan diri dari ide pemikiran yang membentuknya , maka kekuasaan yang dilakukan itu cenderung melakukan kekerasan. Ia mencontohkan, kekerasan di dalam hukum, seperti manipulasi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Karena seorang yang memegang aktor kekuasaan itu melupakan ide, gagasan, dan cita-cita yang mengkonstruksikannya sehingga dia memerlukan justifikasi. Misalnya untuk pemindahan IKN dikatakan justifikasinya adalah untuk membentuk mindset yang baru, mindset apa? ucap Hasto.
Hasto juga menyesalkan jika buku ini terlambat terbit. Sehingga tidak sempat dibaca oleh Presiden Jokowi saat masih menjabat.
Kalau sempat membaca maka gagasan-gagasan merahnya Ajaran Bung Karno itu akan ditujukan bagi pembebasan rakyat agar dia punya kemerdekaan punya harapan, punya kehidupan yang layak setara kemanusiaan, jadi bukan keluarga penguasa saja yang hidup layak, katanya.